Minggu, 02 Juli 2017

Oman (Lagi) Kesan Pertama Begitu Menggoda, Selanjutnya Pertemuan Kedua

Rasa syukur tiada terkira kepada Tuhan Yang Maha Esa karena aku diberi kesempatan sekali lagi mengunjungi Oman.  Negara ini adalah cerita wisata edisi pertama blog-ku.  Negeri ini pula yang telah dibaca lebih dari 2.000 pemirsa.  Luar biasa.  Aku surprise banget melihat antusias orang membaca blog perjalanan ke Oman.  Banyak sekali komentar, saran dan masukan atas tulisan perjalananku ini khususnya yang disampaikan langsung atau dikirim via email ke alamat pribadiku.  Entah darimana mereka tahu alamat email-ku.  Mungkin saja dari kartu nama atau dari teman atau orang lain yang pernah kenal aku.  Yang membuatku heran, cerita perjalanan ke Oman saat itu sangat singkat dan tidak banyak yang bisa aku ulas, tetapi justru catatan perjalanan inilah yang mendapat perhatian terbanyak dari pemirsa.  Kalau mereka antusias, sangatlah wajar kalau aku menjadi semakin antusias berbagi cerita.


Boeing 787 Dreamliner Oman Air


Disamping waktu perjalanan pertama itu aku masih kurang banyak kesempatan meng-eksplor wisata negeri Sultan Qaboos, makanya untuk kunjungan yang kedua ini aku ingin mengunjungi tempat-tempat menarik lainnya yang menurutku layak untuk dikunjungi oleh wisatawan.  Oman bukan sekadar Muscat, ibukota negara ini, tetapi mereka punya kota-kota lain yang juga mempunyai cerita dan ‘kekayaan wisata’.  Memang sudah menjadi tantangan tersendiri bagiku yang tidak pernah punya banyak waktu.  Perjalanan yang kedua inipun sangat pendek.  Meskipun demikian, aku masih mau berbagi dengan semua pemerhati blog-ku.  At least, ini bisa menjadi referensi bagi siapapun yang berencana ke Oman.

Appetizer: Lime & chili marinated shrimp & mango salad

Main course: The Omani Sultanate traditional beef kabsa


Sama seperti di kunjungan pertama.  Kali ini aku kembali menggunakan Oman Air.  Mungkin juga karena baru Oman Air yang menerbangi secara langsung rute Jakarta-Muscat.  Pesawat Boeing 787 Dreamliner memberikan pelayanan yang luar biasa.  Pimpinan crew datang ke tempat dudukku, menyapa dan memanggil namaku.  Serasa kami teman lama, dengan ramah dia menyampaikan salam dan menjelaskan apa saja yang tersedia bagi penumpang dan mengatakan siap sedia memberikan bantuan bila diperlukan.  Setelah si pimpinan crew tadi, menyusul sang pramugari yang dari tampangnya sepertinya berasal dari Indonesia.  Dengan bahasa Inggris yang fasih dia menyapa sambil duduk di bangku yang tersedia di depanku. Dia menjelaskan menu hari itu dan menawarkan additional menu yang bisa aku pilih seperti wine, champagne atau lainnya.  


Desert: ice cream.......hmm.....


Sebenarnya aku ingin istirahat di dalam pesawat, tapi karena penerbangan Oman Air WY0850 itu di siang hari, makanya aku sulit sekali bisa tidur.  Alhasil aku mencoba menikmati menu demi menu yang disajikan mulai dari kopi khas Oman, kurma, sampai ice cream untuk makanan penutup.  Di dalam pesawat pun tersedia wifi, namun tidak gratis.  


Tampilan fasilitas wifi

30 dollar untuk 3 jam


Bandara Internasional Muscat tidak ada perubahan.  Setelah pesawat Airbus 787 Oman Air mendarat tepat waktu di bandara, penumpang langsung menuju area imigrasi yang lokasi counter petugasnya tidak jauh dari pintu masuk penumpang datang dan diturunkan dari bus. Sekali lagi aku tidak melewati garbarata. Sepertinya urusan bandara dan kenyamanan penumpang terlewatkan dalam program pembangunan prasarana pemerintah Oman.  Padahal bandara adalah pintu gerbang utama suatu negara dan cerminan kondisi pemerintahannya.  Impresi orang yang pertama kali datang ke suatu negara akan bisa menilai baik buruknya pemerintahan negara itu dari saat dia memasuki bandara.  Kalau bandara itu bersih, tertib, nyaman, aman, dan indah, pasti yang terbesit oleh pendatang atau penumpang bahwa pemerintahan negara itu sama 'bersih', tertib, aman dan sebagainya.


Terminal bandara Muscat terlihat dari parkir kendaraan
Parkir kendaraan di lantai 2 (hanya 2 lantai)


Setelah bayar 20 real Omani (OMR) atau sekitar USD 52 atau Rp 676.000, aku mendapatkan bukti pembayaran yang harus kutunjukkan ke petugas imigrasi.  Mungkin karena ini kunjungan yang kedua, aku sudah tahu harus apa dan bagaimana.  Dan mungkin juga di data imigrasi bahwa aku sudah pernah kesini, sehingga petugas imigrasi tidak banyak bicara, cuman lihat passport, bukti pembayaran VOA, langsung stempel!!


Bukti pembayaran Visa On Arrival


Setelah urusan imigrasi kelar, selanjutnya proses terakhir yaitu pengambilan bagasi plus bea cukai.  Jangan bandingkan bandara Muscat dengan Soekarno-Hatta, jauh banget.....baik dari sisi ukuran atau fasilitasnya.  Punya kita jauh lebih baik.  Termasuk urusan bagasi.  Aku yang penumpang kelas bisnis, salah ekspektasi, kukira bagasiku keluar duluan daripada penumpang kelas ekonomi sebagaimana wajarnya pelayanan di semua negara yang telah kukunjungi.  Ternyata di Oman malah kebalikannya.  Aku dan beberapa penumpang kelas bisnis mengeluh karena bagasi kami justru paling belakang keluar.


Ornamen islam ada dimana-mana


Jam menunjukkan pukul 20.30 waktu Oman.  Sopir yang menjemputku bilang bahwa makan malam sudah disediakan di hotel Hormuz Grand tempatku menginap karena kalau di-reserved di restaurant di luar, takutnya pesawatku delay dan restaurant yang di luar itu pasti punya batas waktu tutup.  Kalau di hotel, kita bisa pesan anytime


Hotel Hormuz Grand


Straits restaurant, tempat dinner & breakfast di hotel

 
Hotel Hormuz berada dekat dengan bandara, tetapi jauh dari pusat kota.  Hanya sekitar 10 menit dengan mobil, aku sudah sampai di hotel.  Dari segi tampilan depan, hotel ini terlihat megah.  Tidak ada bangunan lain di sebelahnya.  Bentuk bangunan ini memanjang ke belakang karena di bagian tengah hotel ini dibangun kolam renang yang sangat cantik penataannya dan menjadi icon atau daya tarik hotel ini.  Cek saja di website, pasti kolam renang ini menjadi tampilan utamanya.


Kolam renang hotel terlihat dari kamarku
Kamar tidur-1
Kamar tidur-2


Fasilitas hotel ini standard sebagaimana hotel bintang 5 lainnya.  Lobby yang sangat luas, taman diluar dan di dalam hotel, ukuran kamar pun sangat luas dengan kamar mandi di dalam yang berukuran besar dengan fasilitas yang oke punya.  Bath up dan shower room terpisah.  Peralatan mandi tersedia lengkap seperti sabun batang dan cair, shampoo dan conditionernya, body lotion, scrubber badan, hair dryer, bath robe, shaving kit dan handuk. Dental kit seperti odol dan sikat gigi memang tidak disediakan di kamar mandi, tapi kalau kita perlu, tinggal telepon resepsionis atau house keeping, mereka akan segera mengantarkannya ke kamar.



Kamar mandi-1
Kamar mandi-2
Kamar mandi-3
  

Karena mayoritas penduduk Oman beragama Islam, makanya hampir di semua hotel selalu tersedia sajadah dan petunjuk arah kiblat.  So, jangan khawatir kalau ingin sholat.  Selain sajadah, di dalam kamar khususnya di dalam lemari juga tersedia alat seterika dan mejanya.  Juga ada lampu emergency bilamana mati lampu atau untuk jaga-jaga.  Sedangkan fasilitas kamar yang lainnya tidak jauh beda.  Ada mini bar, meja kerja, mini sofa, televisi layar lebar, bantal guling super lengkap, dan wifi.  Sayangnya wifi di kamar harus menggunakan username nomor kamar dan password nama keluarga atau nama terakhir kita, dan hanya bisa digunakan untuk satu gadget saja.  Maksudnya, kalau kita punya 2 handphone, maka hanya satu handphone saja yang bisa menggunakan fasilitas free wifi dari hotel.


Kamar tidur-3



Tempat wisata pertama yang kukunjungi, Royal Opera House.  Gedung megah yang dibuka untuk umum pada tanggal 12 Oktober 2011 ini bergaya arsitektur khas Timur Tengah Oman, namun material atau bahan-bahan bangunannya diimport dari berbagai negara pilihan dengan tujuan untuk mendapatkan bahan-bahan yang berkualitas tinggi.  Misalnya, marmer untuk lantai dan dinding di-import langsung dari Itali.  Royal Opera House ini menjadi salah satu tempat favorit Sultan Qaboos dan keluarganya, makanya disini disediakan ruangan khusus untuk parkir kendaraan mereka, holding area atau ruang tunggu, bahkan ruang untuk menonton opera pun disediakan khusus bagi keluarga Sultan.


Gedung Royal Opera
Koridor menuju pintu depan
Tempat pembelian tiket
Kemegahan sudah terlihat saat memasuki ruangan
Arsitektur kelas dunia dan material berkualitas dunia



Kalau sekadar keliling gedung opera, kita cukup membayar tiket masuk 3 OMR. Tetapi kalau ingin melihat pertunjukkan, harganya bervariasi mulai dari 3 sampai 65 OMR.  Semua tergantung dari lokasi tempat duduk kita.  Dan jangan salah kira ya, meskipun ini negara Timur Tengah, pertunjukkan yang ditawarkan lebih cenderung cerita-cerita dan pertunjukkan klasik dari Eropa seperti Romeo and Juliet, Lohengrin, Don Giovanni, Beethoven's 9 Symphony, Anna Karenina ballet dan lain-lain.  Bahkan para pemain opera diperankan langsung oleh artis dari negeri asalnya.  Ini yang membuatku tercengang, tidak dikira kalau mereka 'welcome' juga dengan kesenian barat.  Art is universal, kata orang bijak.  Tidak ada batasan negara atau wilayah bagi orang berkesenian atau mengeksplorasi jiwa seni.  


Tiket masuk opera
Alat musik tradisional Oman
Dipajang di sekitar pintu masuk opera
Panggung dan kursi penonton


Namun tidak semuanya pertunjukkan yang ditawarkan disini dari negeri barat   Pemerintah Oman juga memberi tempat bagi artis lokal atau Timur Tengah untuk berekspresi, seperti Mohammed Assaf yang memenangi Arab Idol 2013, Qasidat Al Burdah, atau Kulthumiyat with Mal Farouk.  Disini juga dipajang beberapa alat musik khas Oman tempo dulu.  Sama seperti gedung opera lainnya, ada aturan main bagi siapapun yang ingin menonton pertunjukkan.  Dress code sudah ditentukan.  Bagi penonton pria harus menggunakan pakaian bisnis super formal alias pakai jas.  Sedangkan perempuan, ini yang berbeda dengan opera di Eropa atau Amerika. Gaun yang dipakai tidak boleh terlalu pendek, tidak boleh terlihat pundak dan betis, intinya harus menutupi aurat!!


Numpang nampang
Semua terbuat dari bahan-bahan pilihan
Di lantai 2, khusus untuk Raja dan keluarganya
Elegan dan mewah



Dari Gedung opera, aku melanjutkan perjalanan ke Mutrah Souq, pasar terbesar di Muscat.  Sebenarnya aku sudah pernah kesini waktu kunjungan pertama yang lalu, tapi waktu itu aku tidak puas mengelilingi dan mengambil gambar suasana pasar karena bertepatan dengan jam sholat dzuhur.  Pasar ini memang tutup sementara, mulai dzuhur sampai asar.  Setelah itu buka lagi, tapi hanya sampai maghrib.  Ada juga sih yang buka terus sampai malam, khususnya rumah makan atau cafe yang berlokasi di area depan jalan raya.  



Mutrah Souq-1
Mutrah Souq-2
Mutrah Souq-3
Mutrah Souq-4
Mutrah Souq-5



Suasana pasar di Mutrah mengingatkanku akan pasar rakyat terbesar di Istanbul, Grand Bazaar.  Kalau bagi orang lokal mungkin tidak jadi masalah atau mudah menemukan jalan keluar atau kembali ke tempat semula.  Tapi kalau orang luar atau yang baru pertama kali kesini, dijamin sulit mengingat kembali arah balik.  Meskipun tidak sebesar yang di Turki, tapi kondisi pasar lumayan sama.  Gang sempit, barang-barang sejenis, pedagang memanggil-manggil pembeli, lorong-lorong yang berbentuk sama, sepertinya menjadi gambaran umum suasana pasar di Timur Tengah.


Mutrah Souq-6

Mutra Souq-7

Bus Hop-On Hop Off stand by di depan pasar



Harga barang bisa bervariasi.  Contohnya untuk sebuah magnet pajangan di kulkas, ada yang 1 OMR, tapi ada juga yang mau banting harga menjadi 0,5 OMR kalau kita pandai menawar.  Para penjaja produk atau tenaga sales kebanyakan berasal dari India, Bangladesh atau Pakistan.  Sedangkan pemilik toko, tetap orang kaya Omani.  3 negara ini paling banyak berimigrasi ke Oman.  Katanya, tenaga kerja dari negara-negara tersebut mau dibayar murah.  Negara penyuplai tenaga kerja berikutnya, Filipina.  Makanya jangan terkecoh kalau suatu saat melihat tampang Asia Tenggara atau yang mirip kita di Oman.  Bahkan, ada yang wajahnya mirip 'mbak-mbak' di rumah kita.  Mayoritas mereka dari Filipina.


Pemandangan depan jalan raya pasar

Kapal pesiar dan kapal kerajaan


Dari pasar Mutrah, aku pergi ke Bait Al Zubair.  Sebenarnya aku sudah pernah ke tempat ini, tapi saat itu tidak banyak yang bisa aku sampaikan disini khususnya foto-foto isi dari museum. Kalau dilihat dari depan, museum ini terlihat kecil ukurannya, tetapi setelah kita masuk, ternyata museum ini cukup luas juga.


Bait Al Zubair
Menuju gedung utama sekaligus penjualan tiket masuk
Kafe di luar, kebayang panasnya
Salah satu koleksi Al Quran terbesar
Lorong antar kamar
Dapur sekaligus lumbung makanan


Untuk dapat melihat semua koleksi museum ini kita harus bayar 1 OMR.  Disini kita dapat melihat miniatur bangunan-bangunan bersejarah di Oman, rumah adat, pakaian tradisional, mulai dari pakaian sehari-hari, pakaian untuk perkawinan sampai dengan pakaian untuk berperang.  Juga kita dapat melihat koleksi perangko sang Sultan, sejarah uang koin Oman dan kitab suci Al Quran. 


Denah aturan main ruangan rumah tradisional Oman
Ruangan bagi kaum pria
Simple tidak banyak corak
Ruangan untuk ibu bapak atau bila mereka suami istri
Ukuran kasur terlalu mungil bila harus berdua
Ruangan untuk para gadis, lebih kecil ukurannya


Tidak terasa perut sudah keroncongan minta diisi.  Kalau dulu aku tidak puas menikmati makanan khas Oman, maka sekarang, harus terlampiaskan hasrat kulinari makanan lokal.  Sasaranku ke restaurant Al Mandoos yang berlokasi di kawasan elit Al Mouj atau lebih dikenal dengan The Wave.  Restaurant ini berupa ruko berukuran kecil dengan tampilan yang sederhana.  Area depan hanya diisi untuk meja resepsionis dan ruang tunggu tamu.  Berikutnya, masih di lantai yang sama disediakan dua macam tempat makan, ala duduk dan meja atau model selonjoran atau bersila.  


Tampilan depan seperti ruko biasa
Orang lokal juga suka datang kesini
Bagi yang suka lesehan
Atau yang suka duduk di kursi


Disinilah aku terkecoh oleh penampilan pelayan restaurant yang kukira dia orang Indonesia.  Ternyata, dia orang Filipina!  Termasuk resepsionis dan pelayan lainnya.  Filipina seperti meng'ekspor' banyak tenaga kerja ke Oman.  Syukur-syukur tidak ada orang Indonesia yang berprofesi seperti mereka, harapanku dalam hati.  Kalau pun ada tenaga kerja Indonesia,  semoga mereka mendapat profesi lebih baik, bukan pembantu atau pelayan.  Maksudku, kita ekspor tenaga-tenaga ahli di bidangnya seperti dokter, developer, konsultan atau yang fully educated, agar dunia tahu bahwa kita punya tenaga-tenaga handal, berpendidikan dan layak diperhitungkan.  Sedangkan tenaga-tenaga 'blue collars' serahkan saja kepada Pemerintah karena sesuai Undang Undang Dasar 1945 bahwa kesejahteraan rakyat Indonesia menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia. Semoga Pemerintah kita memberikan lapangan pekerjaan yang layak buat rakyatnya.


Furniture sangat sederhana
Desain interior juga sederhana
Buku menu
Menu yang ditawarkan


Di Al Mandoos lah untuk yang pertama kalinya aku makan daging onta.  Kalau kita tidak diberi tahu sebelumnya, aku yakin siapa pun tidak akan tahu kalau kari daging yang kita santap itu daging onta. Kenapa? karena rasanya tidak ada beda dengan daging sapi.  Atau mungkin karena olahan bumbu-bumbu masakan ini yang pas takaran dan pas rasanya di lidah kita sehingga kita tidak mikir lagi itu daging sapi atau onta.  Tidak itu saja, bubur harees-nya pun enak.  Kalau dirasa-rasa, seperti oatmeal, tapi kata pelayan restaurant, itu terbuat dari gandum Arab, bukan oatmeal.  Bukankah oatmeal itu sebenarnya terbuat dari gandum?  


Sup plus kue crispy super tipis

Nasi mandi plus sausnya yang seperti mustard

Daging unta yang di mangkok itu, bukan di piring persegi

Bubur Harees yang enak dan sehat


Berwisata di Oman tidak ada bedanya dengan berwisata ke negara-negara Islam lainnya.  Ya, tempat ibadah atau masjid menjadi andalan.  Disini dapat kita temukan masjid-masjid yang didisain sangat indah.  Tidak hanya dari sisi bentuk bangunannya, tapi juga isi dari masjid tersebut, seperti lampu-lampu kristal-nya, karpet dan lukisan kaligrafi.  Sebagaimana di Masjid Al Amin di kota Muscat ini.  Mulai dari tempat parkir, tempat wudlu, sampai dengan tempat sholat-nya benar-benar ditata rapi.  Pokoknya indah banget!!


Masjid Al Amin-1
Masjid Al Amin-2
Masjid Al Amin-3
Masjid Al Amin-4
Masjid Al Amin-5
Masjid Al Amin-6


Kemajuan kota Oman semakin terlihat dengan makin banyaknya gedung-gedung bisnis dibangun di sudut-sudut kota.  Bahkan, ada sebagian malah berada di tempat-tempat yang tidak lazim.  Ingat artikelku yang pertama tentang hotel Shangrila yang berada jauh dari kota dan berada di tengah-tengah batu karang dekat pantai yang super panas.  Pantai itu bisa disulap jadi hijau meskipun temperatur di luar ruangan tidak bisa dibohongi.  Demikian juga saat aku diajak ke puncak bukit PDO, yang kata temanku akan didirikan mall besar disini.  Oiya, PDO itu nama perusahaan minyak terbesar di Oman.  PDO membangun kawasan elit di bukit yang tandus dan berhasil merubahnya menjadi padang golf, perumahan dan pusat bisnis baru di Oman.


Ada ucapan selamat datang di lokasi pembangunan mall
Bukit itu sudah mulai meng-hijau'
Tidak ada yang tidak mungkin bagi negara yang punya 'uang'
Batu cadas bisa menjadi hutan


Bukit dibelah, karang dihancurkan, batu dihijaukan, itulah gambaran pembangunan di Oman.  Pemerintah Oman membuat jalan-jalan raya super solid untuk menghubungkan warganya yang terpisah-pisah tempat tinggalnya.  Bukit-bukit cadas itu terpaksa dibelah atau diruntuhkan untuk membuat jalan raya.  Sekarang tidak ada lagi hambatan bagi rakyat Oman untuk berkomunikasi karena jalur transportasi berupa jalan raya ada dimana-mana.  


Pembangunan-1

Pembangunan-2

Pembangunan-3


Malam itu diakhiri dengan makan malam di restaurant Lokanta yang menyajikan makanan khas Turki.  Disamping tempatnya yang cozy buat hang-out sama teman-teman, di akhir pekan selalu ada pertunjukkan disini khususnya di lantai 2.  Bukan tari perut khas Turki ya, tapi permainan alat musik khas Turki dan Timur Tengah.  Manager restaurant ini sangat ramah.  Dia orang Filipina yang sudah lama bekerja di Oman.  Memang, disini aku bertemu lagi orang-orang Filipina.  Sang manager dan beberapa pelayan restaurant yang mengenakan jilbab.


Tampak depan
Pintu masuk restaurant
Bagian depan dan tangga menuju lantai 2
Bagian dalam di lantai 1
Menu dan harganya
Tidak mahal dan worth it


Namanya juga restaurant Turki, kebab selalu menjadi menu andalan.  Ya, malam itu aku makan kebab dan beberapa sea food.  Makanan pembuka kupilih salad khas Turki plus roti yang dimakan dengan humus atau taboleh.  Aku cukup familiar dengan makanan Turki karena bisa dikatakan ada dimana-mana seperti chinese food.  Selain salad khas Turki yang fresh dan sehat itu, aku suka banget sama Kunefe, kue panggang super manis yang pas sekali untuk dessert. 


Roti khas Turki yang mirip pizza kecil
Salad yang super fresh dan sehat
Aneka saus khas Turki seperti humus, taboleh dll
Kebab
Sea food panggang
Kunefe yang cocok untuk dessert


Keesokan harinya aku harus bangun pagi sekali karena jadwal perjalananku sangat panjang untuk mengunjungi Nizwa.  Kalau diukur dari jaraknya memang sangat jauh dari Muscat ke Nizwa, tetapi kalau diukur dengan waktu, tidaklah lama, hanya sekitar 2 jam perjalanan menggunakan mobil.  Di Oman belum kutemukan kemacetan yang berarti.  Bahkan di persimpangan jalan yang bercabang 6 pun, masing-masing kendaraan sepertinya sudah tahu etika, mengatur sendiri-sendiri dan seakan-akan tidak perlu komando untuk menentukan kapan harus bergerak.  Jarang sekali kutemukan traffic light di kota.  Mungkin tingkat kesadaran para pengendara disini sudah sangat tinggi sehingga tidak perlu banyak diatur oleh polisi atau mungkin juga jumlah kendaraan yang tidak sebanyak di Jakarta.


Gerbang masuk kota Nizwa


Banyak kutemukan hal-hal yang unik di Nizwa mulai dari bentuk pasar yang dikelilingi tembok tinggi seperti benteng, lalu bentuk rumah atau toko yang khas padang pasir dan orang-orang lokal yang berpakaian tradisional Omani.  Beda sekali dengan di Muscat.  Nizwa memang kota kecil dengan populasi penduduk yang kecil juga.  Namun, kota ini punya peninggalan sejarah yang kini menjadi tempat wisata yaitu benteng Nizwa.


Benteng Nizwa yang terkenal itu
Penanda yang ada di pintu masuk sekaligus lay out benteng
Bagian paling atas
Halaman sangat luas dan berfungsi sebagai hall pertemuan
Tempat istirahat para Imam atau Komandan juga Raja
Tidak ada AC, tetapi berasa adem di dalamnya


Benteng Nizwa sebenarnya terdiri atas 2 bagian.  Yang pertama itu fort atau benteng itu sendiri yang dalam bahasa Arab disebut Al Qa'lah dan bangunan yang kedua itu castle atau puri yang dalam bahasa Arab disebut Al Husn.  Bangunan fort didirikan pada masa pemerintahan Imam Sultan bin Saif Al Ya'rubi di awal 11 Hijriah atau abad 17 Masehi.  Bangunan inti atau yang paling menonjol adalah tower atau menara dari benteng ini yang berdiameter 45 meter dan memiliki ketinggian 34 meter.  Saking besarnya ukuran menara ini, untuk menyelesaikan struktur bangunan lengkap dengan ruangan-ruangan dan anak tangga ke menara ini dibutuhkan waktu 12 tahun.  Benteng ini dulu digunakan sebagai tempat pertahanan mengusir penjajah.  Di hampir setiap sudut lantai paling atas ditempatkan meriam-meriam dengan canon bull yang siap ditembakkan.  Tapi yang paling unik adalah jebakan di setiap atap pintu masuk berupa lubang yang terlihat tembus dari atas ke bawah.  Celah-celah lubang itu untuk menuangkan minyak panas dengan tujuan untuk menghalau musuh yang mencoba memasuki benteng.  


Tempat tiket masuk
Halaman depan/pertama dari pintu masuk
Ruangan-1
Ruangan-2
Ruangan-3


Sedangkan the castle atau puri-nya justru sudah ada sebelum benteng didirikan.  Puri Nizwa dibangun pada masa pemerintahan Imam A'ssalt bin Malik Al Kharousi di abad 9 Masehi.  Lalu direnovasi oleh Imam Nasser bin Murshid Al Ya'rubi pada tahun 1034 Hijriah atau 1624 Masehi. Di bagian puri ini terbagi atas 2 area yaitu yang bersifat private room dan area yang untuk publik.  Private room maksudnya area untuk Imam atau pemimpin pemerintahan dan keluarganya, serta bagi tamu-tamu pemerintahan, untuk para prajurit, juga tempat-tempat penyimpanan aset pemerintah termasuk penyimpanan logistik negara seperti gandum dan kurma.  Disini juga dibangun akomodasi bagi para pelajar yang menuntut ilmu tentang Islam berupa tempat istirahat, perpustakaan yang super lengkap dan nyaman, serta tempat ibadah.


Meriam ada di hampir setiap sudut bangunan atas
peluru siap ditembakkan
Meriam yang mengarah ke pinggiran kota
Ruangan dalam
Area pasar
Gedung di dalam benteng
 

Yang membuatku kagum adalah sistem ventilasi udara di benteng ini.  Meskipun udara diluar atau di bagian terbuka benteng sangat panas mencapai 43 derajat, tetapi saat kita di dalam ruangan, udaranya tidak panas, cenderung ke sejuk.  Berasa adem kita di dalamnya.  Padahal kulihat tidak ada satupun AC atau kipas angin di dalam ruangan itu.  


Lorong-lorong di benteng
Hawa panas sedikit berkurang disini
Pemandangan kota dilihat dari atas menara
Menara benteng
Bagian dalam benteng



Kebalikannya saat aku memasuki area pasar.  Meskipun tempatnya sangat luas dan tertutup, justru aku merasa gerah berada di dalamnya.   Kipas angin berukuran besar yang ada di atap tidak menolong sama sekali.  Kulihat beberapa pedagang sengaja menempatkan kipas angin tambahan di lapaknya biar lebih adem.  Sama seperti toko souvenir milik saudagar kaya Oman yang katanya sudah bolak-balik ke Indonesia.


Pasar yang bersih dan modern

Terbagi atas jenis produknya

Contoh tungku dan dapur pembuatan dodol Oman

Konter penjualan dodol Oman



Pemilik toko souvenir ini mengatakan sering berkunjung ke beberapa kota di Indonesia.  Bahkan dia masih ingat tempat dia menginap di Tangerang, Jakarta, Surabaya dan Bali.  Dengan ramah dia menyambutku dengan salam sapa bahasa Indonesia lalu mempersilakan aku untuk bersantai sejenak di ruang tamu sekaligus menikmati kopi khas Oman dan kurma.  Aku jadi tidak enak hati karena tujuanku ke toko dia hanya sekadar melihat-lihat isi toko sekaligus ngadem karena suasana diluar panas sekali.  Tetapi, si pemilik toko yang super ramah itu membuat aku betah istirahat di tokonya.


Suasana pasar bagian luar
Mulai dari pecah belah sampai perangko ada disini
Barang dagangan dipajang diluar, tanpa penutup tanpa pengaman
Hukum Islam diterapkan dengan tegas disini
Bagian dalam toko sang saudagar kaya itu


Dari benteng Nizwa perjalananku selanjutnya ke hotel Anantara di bukit Al Jabal Al Akhdar.  Jarak tempuh sekitar 1 jam dari Nizwa.  Oleh karena itu, aku berhenti sejenak di hotel Golden Tulip di Nizwa untuk makan siang.  Konon kabarnya hotel ini sangat terkenal bagi tourist lokal dan mancanegara.  Disamping bentuk bangunan dan sejarahnya, hotel ini juga punya restaurant yang menyediakan menu super lezat.


Bangunan hotel Golden Tulip yang megah itu
Bagian lobby depan yang super luas dan mewah
Area lobby bagian kiri atau di depan resepsionis
Ruang tunggu tamu hotel dan restaurant


Birkat Al Mawz nama restaurant itu.  Lokasinya di dalam hotel Golden Tulip, tepatnya di sebelah kanan kalau kita masuk dari pintu depan hotel.  Restaurant ini punya 2 area, ada yang di depan yang terlihat langsung dengan tamu hotel atau pengunjung yang masuk ke hotel, dan yang satu lagi area bagian dalam yang lebih eksklusif.  Aku mendapat tempat di yang bagian dalam.  Toilet ada di seberang ruangan dan ditata dengan rapi dan bersih.  Bahkan di dalam toilet dibangun musholla ukuran menengah yang nyaman untuk sholat. 


Ruangan bagian dalam
Ada yang untuk pasangan, ada juga untuk keluarga
Menu dan harganya
Tidak mahal dan worth it


Menu yang kupesan standar-standar saja karena yang penting aku kenyang dan sekaligus membuktikan kelezatan makanan di restaurant ini.  Tapi aku tercengang saat makanan yang kupesan diletakkan di atas meja oleh pelayan yang berasal dari India itu.  Gila, semuanya serba besar porsinya.  Awalnya kukira cuman makanan pembuka saja, tapi ternyata sampai dengan makanan penutup-pun serba besar.  Akhirnya aku hanya sanggup makan sebagian dan sisanya minta dibungkus untuk dibawa ke hotel.


Arabic Mezzah sebagai makanan pembuka
Smoke salmon salad juga sebagai appetizer
Main course 1: Shish Taouk
Main course 2: Sea food mix grill
Dessert 1: Tiramisu del ristorante biscotti
Dessert 2: Bitter chocolate mousse


Bermalam di hotel Anantara memberikan banyak cerita bagiku.  Hotel ini sangat unik.  Berada sangat jauh dari Muscat bahkan lebih tepat dikatakan berada di ujung bukit cadas.  Ya, memang bukit cadas seperti kebanyakan struktur geografi di Oman.  Kering kerontang dan tandus.  Sepanjang perjalanan tidak ada pohon tinggi atau pemandangan hijau.  Namun anehnya, tempat ini malah menjadi tujuan wisata unggulan Oman.  Bahkan untuk memasuki daerah ini saja kita harus diperiksa oleh polisi di perbatasan wilayah.  Seperti kita sedang memasuki area ekslusif saja.  Polisi memang tidak menanyakan passport kita, namun sang sopir yang ditanya ini itu sambil dicatat nomor plat mobilnya.  Aku tidak tahu persis apa yang ditanyakan polisi ke sopirku, tetapi yang kutahu hanya sopirku menyebut 'Indonesia'.  Mungkin maksudnya, dia sedang membawa tamu dari Indonesia.


Mendekati pintu masuk/gerbang pemeriksaan
Polisi perbatasan mengecek plat nomor
Lingkungan menuju hotel Anantara, cadas dan gersang



Hotel Anantara memang hotel bintang 5 dengan fasilitas yang serba mewah.  Dia tidak sendirian di lokasi ini karena ada beberapa hotel setingkat lainnya yang juga berlokasi di area ini.  Ekslusifitas terlihat dari tembok yang dibangun di sekeliling hotel dan pintu gerbang utama yang tinggi, serta penjaga yang siaga 24 jam.  Tarif menginap di hotel ini sangatlah mahal untuk ukuran orang Indonesia.  Di low season bisa mencapai 5 sampai 6 juta per malam.  Kalau di musim liburan biasanya 2 sampai 3 kali lipat harganya karena animo pasti meningkat sedangkan kapasitas kamar terbatas.


 
Suasana resort di malam hari


Area hang-out

Teras di belakang kamar


Kesan mewah masih terlihat saat kita memasuki area lobby.  Petugas di depan segera memberikan handuk hangat untuk membasuh muka dan tangan kita.  Selanjutnya petugas resepsionis pun dengan cekatan mengurus kamar kita.  Barang-barang bawaan kita akan diurus dan diangkut oleh bell boy dengan golf car karena lokasi kamar agak jauh dari lobby.


Gedung utama hotel berada di area depan
Ruangan resepsionis dan manager hotel
voyet dan seterusnya ke arah lobby dan business center
Gedung untuk kamar-kamar tamu
Blok tempatku menginap
Lorong dari lobby ke area kamar


Fasilitas di hotel Anantara ini sangat lengkap, mulai dari restaurant, kolam renang, spa, lounge, gym, sampai untuk berkuda.  Yang terakhir memang hanya sekadar kuda poni untuk anak-anak berkeliling area di dalam hotel.  Yang paling menarik bagiku adalah Diana's point, tempat hang-out yang didirikan di bibir jurang.  Spot ini menjadi masterpiece dari Anantara disamping kolam renangnya.


Restaurant makanan Itali, Bella Vista
Jalur pejalan kaki di dalam resort
Tempat spa
Kolam renang
Diana's point yang menjadi icon Anantara
Ruangan terbuka untuk hang-out


Sedangkan fasilitas kamar tidurnya juga berkelas.  Ada teras berukuran cukup luas untuk bersantai bersama keluarga, TV dengan film atau video pilihan dan gratis, kamar mandi dengan fasilitas spa, serta closet yang lengkap dengan setrika, payung, lampu emergency, kimono, sikat sepatu, deposit box dan lain-lain.  Tapi sayang seribu sayang, hotel ini tidak siap bila musim hujan dan petir datang.  Listrik bisa byar pet berkali-kali sebagaimana pengalamanku menginap disini.  So, kalau mau menginap, cek cuaca dulu.  Satu lagi yang perlu diperbaiki oleh manajemen hotel ini yaitu dampak dari hujan lebat.  Banyak sekali genangan-genangan air di sepanjang jalur untuk jalan kaki.  Ini sangat berbahaya bagi tamu khususnya anak-anak dan orang lanjut usia. 


Kamar tidur
Mini bar dan meja yang berisi kulkas
TV dan meja kerja
Kamar mandi lengkap dengan meja riasnya
Bath-up plus fasilitas spa
Wastafel dengan ameneties yang lengkap
Shower room
Closet


Urusan breakfast, aku memberikan acungan jempol bagi hotel ini.  Disamping variasi makanan yang luar biasa banyak, tempat untuk sarapan ini juga sangat mendukung atmosfer-nya.  Tamu merasa nyaman dan betah berlama-lama disini, apalagi para pelayan dan manager restaurant yang ramah dan cekatan menjalankan tugasnya.  Bila malam hari, tempat ini pun menyediakan menu makan malam yang berkelasRestaurant ini langsung berubah menjadi tempat makan yang romantis.


Ruang makan-1
Ruang makan-2
Ruang makan-3
Ruang makan-4


Keesokan harinya aku harus segera meninggalkan Anantara menuju Muscat.  Mengingat penerbanganku masih jauh yaitu jam 01.55 dini hari, makanya aku masih punya banyak kesempatan untuk menghabiskan waktu di Oman.  Pilihan pertama menuju kota Habla.  Disini juga ada peninggalan benteng sekaligus kota tua Habla yang sudah diakui Unesco sebagai warisan dunia.


Kota tua Habla dari belakang
Pintu masuk kota
Kota Habla tampak depan
Sumur tua di area depan pintu masuk


Habla Fort mirip dengan Nizwa secara design dan fungsinya.  Hanya ukuran dan pada beberapa bagian sedikit berbeda.  Ada menara pengawas, ada ruangan-ruangan istirahat, ruangan sholat, dapur, tempat penyimpanan barang dan sebagainya.  Ada satu hal yang tidak kutemui di Nizwa yaitu makam.  Di Habla ada sepetak tanah untuk makam.  Model makam di Timur Tengah sangat berbeda dengan Indonesia.  Tidak ada batu nisan besar atau pusara penanda makam.  


Tiket masuk
Menuju halaman utama
Bangunan sisi kanan
Bangunan di tengah area
Sisa-sisa renovasi
Terlihat dari menara


Kata sopirku, benteng ini baru saja di renovasi.  Memang sudah seharusnya tempat bersejarah itu dirawat dan dijaga dengan baik keberadaannya.  Bagaimana pun juga ini adalah saksi dan bukti sejarah peradaban suatu bangsa.  Siapa pun akan lebih percaya bila melihat secara langsung bukti sejarah itu daripada mendengar dari orang lain atau pun melihat dari gambar.  Meskipun di Habla kita tidak mendapatkan head set guide machine penjelasan setiap ruangan, tetapi mata kita sudah cukup untuk merekam jejak peninggalan masyarakat Oman di masa silam. 


Menuju bangunan utama
Kuburan sang Imam
Kota tua Habla
Ruangan-1
Ruangan-2
Halaman terbuka-1
Halaman terbuka-2


Masih bicara tentang benteng dan puri,  perjalananku berikutnya ke Jabreen castle.   Puri ini dibangun pada masa pemerintahan Imam Bil'arab bin Sultan Al Ya'rubi tahun 1091 Hijriah atau 1680 Masehi saat beliau memindahkan pusat pemerintahan dari Nizwa ke Jabreen.  Sang Imam pun akhirnya meninggal dunia di Jabreen sekitar tahun 1692 Masehi dan dikubur di dalam puri ini.  Aku sempat melihat ruangan berupa lorong sempit menuju makam tersebut, tetapi karena kurang pencahayaan dan berisiko, aku membatalkan niat untuk melihat dan memotret makam beliau.  Sepanjang tahun 1979 sampai dengan 1983, puri ini direnovasi untuk menjadi salah satu tujuan wisata oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Oman.


Pintu masuk Jabreen
Lay out
Tampak samping
Bangunan utama di dalam
Pintu masuk utama depan
Tampak keseluruhan


Jabreen ini pun mirip dengan Nizwa, kota kecil yang menyediakan fasilitas lengkap untuk warganya.  Ada rumah-rumah peristirahatan, dapur, tempat ibadah sampai dengan tempat untuk pertemuan.   Yang paling menarik disini adalah penjara yang unik-unik bentuknya.  Ada yang sangat kecil ukurannya yang hanya muat untuk 1 orang duduk, atau ada juga untuk kapasitas 5 orang dan ada juga yang lebih besar.  



Lorong menuju makam Imam
Design bangunan dalam
Penjara (kanan)
Bentuk di dalam penjara
Penjara (lagi) untuk kapasitas 5 tahanan


Dari bentuk dan ukuran bangunan, sempat terpikir di otakku bagaimana postur tubuh orang Oman di masa itu?  Lorong-lorongnya sempit dan tidak terlalu tinggi, bahkan ada beberapa bagian yang menurutku sangat pendek sehingga kita harus sedikit menunduk kalau masuk.  Apakah dulu mereka berpostur seperti orang-orang Asia?  Tidak seperti orang Timur Tengah yang tinggi besar?  Atau mereka memang suka bangunan yang imut-imut serba minimalis?



Tempat sholat wanita
Ruang makan dan pertemuan
Tempat penyimpanan kurma
Salah satu pintu di dalam Jabreen


Yang pasti, perjalanan kedua ke Oman ini aku lebih banyak kesempatan mengunjungi beberapa tempat wisata dan juga berkesempatan wisata kuliner disana.  Bisa dibilang, pertemuan kedua lebih memuaskan dari yang pertama.  Aku yakin, masih banyak tempat-tempat menarik lainnya di Oman yang belum aku kunjungi.  Semoga ada kesempatan ketiga untuk datang kembali.