Minggu, 14 Mei 2017

Maldives, Negara Pulau Yang Tiada Henti Memukau



Aku memang sudah lama penasaran dengan negara yang satu ini.  Kalau dilihat di berbagai website, tempat wisata yang dipromosikan sepertinya itu-itu saja, tidak jauh dari hotel di pinggir pantai, diving dan alam pantai.  Apalagi salah satu sahabatku yang pernah bekerja selama 2 tahun di Maldives bercerita bahwa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini berukuran sangat kecil.  Bahkan saking kecilnya sampai ada anekdot, kalau kita lempar batu akan sampai dari salah satu ujung pulau ke ujung lainnya.  Namanya juga anekdot, sudah pasti bercanda doang.  Maldives ternyata tidak sekecil itu. 


Bungalow di atas laut ini yang selalu menjadi promosi wisata


Pemerintah Maldives memberikan visa gratis bagi semua negara selama 30 hari tapi hanya yang datang dengan tujuan wisata.  Aku yang biasanya lebih suka pegang visa dulu sebelum masuk ke suatu negara, semula merasa ragu, takut kalau-kalau ketentuan itu tiba-tiba berubah saat aku mau masuk ke Maldives.  Namun keraguanku terjawab saat petugas imigrasi malah bersemangat menyambut kedatanganku.  Senyum petugas imigrasi yang berjilbab itu mengembang saat aku salah menyebut nama hotel tempatku menginap.


Area kedatangan penuh dengan counter provider wisata
Arrival hall-1
Arrival hall-2
Deretan kapal sudah menunggu di dermaga
Bandara Velena dilihat dari dermaga penyeberangan
Suasana dermaga di bandara
Semua penyeberangan dimulai dari sini


Ya, Ellaidhoo nama tempatku bermalam 2 hari di Maldives.  Aku kira itu nama hotel, ternyata itu nama resort sekaligus pulau di jajaran negara kepulauan Maldives.  Lokasinya sangat jauh dari bandara Internasional Velena yang juga menempati salah satu pulau.  Satu setengah jam pakai boat, jarak tempuh menuju pulau Ellaidhoo. Aku agak nervous saat tahu harus selama itu di atas laut, maklum masih kebayang bencana tsunami tahun 2004 yang menghancurkan dan menenggelamkan puluhan pulau di Maldives.  Untungnya, perjalanan via boat justru membuatku tertidur pulas sampai tidak sadar kalau sudah tiba di dermaga resort.


Nahkoda dan 2 awak speed boat membawaku ke Ellaidhoo
Meninggalkan dermaga bandara
Tiba di Pulau Ellaidhoo Maldives
Kesan pertama langsung terasa indahnya


Melihat Ellaidhoo mengingatkanku akan pulau-pulau di kepulauan Seribu.  Tahu pulau Ayer kan?  Nah ini mirip banget dengan Ayer, cuman kelebihannya terletak dari pasir pantai putihnya yang enak untuk tempat berjemur.  Kalau di Ayer, yang ada hanyalah pantai dengan rumah-rumah siput di pasir.  Sudah pasti kita tidak akan bisa leluasa berjemur matahari.  Makanya turis asing kurang suka.  Sebaliknya, di Ellaidhoo, semua pantai dibuat nyaman untuk tempat berjemur.  Pasir putihnya dijaga kebersihan dan kenyamanannya dari siput atau binatang laut lainnya.  Berpadu dengan air laut yang bersih kebiru-biruan, pantai di Ellaidhoo terlihat menjadi sangat indah.


Dermaga depan-1
Dermaga depan-2
Dermaga depan-3
Dermaga depan-4
Kantor administrasi pulau, lantainya pasir
Disini semua urusan diawali dan diakhiri
Registrasi sampai beli wifi disini


Pemandangan utama di Maldives adalah bungalow di bibir pantai.  Makanya aku pilih bungalow itu untuk bermalam di Ellaidhoo.  Tahu kalau pengunjung khawatir dengan bahaya tsunami, di sepanjang pantai dibangun tanggul pemecah ombak.  Tanggul itu dibuat bagus sehingga dapat digunakan untuk tempat memancing, jalan-jalan atau berfoto ria.  Menyadari bahwa pulau Ellaidhoo sangat kecil dan cenderung membuat turis tidak mau berlama-lama tinggal di pulau ini, pengelola resort berupaya memberikan aneka hiburan atau kegiatan supaya turis tidak mudah suntuk.  Bagi yang hobby olah raga, tersedia lapangan tenis, bulu tangkis, bahkan lapangan sepak bola.  Untuk yang suka olah raga air, sudah pasti disini tersedia scuba diving atau yang sekadar mau snorkeling. 


Yang paling tengah itu yang kupilih
Bungalow pantai ini icon dari Maldives
Kamar tidur
Lemari pakaian selalu ada pelampung
Meja kerja, TV, mini bar dan sofa di dalam
Kamar mandi


Pengunjung dapat memilih program paket penginapan plus makan 3 kali sehari, atau hanya penginapan saja dan makannya bayar di tempat.  Kalau boleh saran, sebaiknya pilih full package penginapan dan full meal karena ini jauh lebih murah.  Meskipun full meal ini tidak termasuk minuman khususnya saat makan siang dan makan malam.  Kalau sarapan, kita diservis habis.  Teh, kopi, juice atau air putih gratis.  Tapi saat lunch and dinner, air mineral saja kita harus bayar 4 dollar untuk satu botol ukuran besar.  Bagi yang ingin barbecue di malam hari, kita cukup bayar 80 dollar per orang.  Dengan tarif sebesar itu, kita dapat makan sepuasnya makanan laut yang dibakar persis di pinggir pantai.


Lapangan tenis
Rumah dari botol plastik air mineral di kebun sayur dan bunga
Cafe di pinggir pantai
Counter untuk registrasi scuba diving


Bagi pengunjung yang baru datang diberikan discount 50% spa.  Yang lucunya, paket yang ditawarkan adalah Balinese Spa.  Kebayang kan, masa jauh-jauh terbang ke Maldives malah menikmati spa buatan negeri sendiri?  Bahkan si pemijat-nya pun di-import dari Bali.  Makanya aku lebih tertarik dengan scuba diving.  Meskipun masih trauma dengan pengalaman buruk ketemu hiu di Lombok, aku terinspirasi dan terpicu semangat menyelam oleh teman yang sekaligus berprofesi sebagai trainer penyelam.  Dengan membayar 95 dollar untuk refreshing course dan 75 dollar untuk paket menyelam di kedalaman 12 meter, akhirnya aku mencoba mengatasi sendiri trauma itu.  Aku perlu mengikuti refreshing course lagi karena sudah lama vakum menyelam.  Menegangkan saat memasuki kedalaman laut.  Untungnya aku bersama-sama grup besar dan temanku yang setia mendampingi sampai akhir penyelaman. 


Pasir putih dan tanggul pemecah ombak

Setiap bungalow disediakan tempat untuk berjemur


Jalan-jalan ke Maldives terasa belum lengkap kalau belum mengunjungi kota Male, ibukota Maldives. Kota Male menempati salah satu pulau di seberang bandara.  Hanya butuh 10 menit dengan kapal penyeberangan dari dermaga bandara ke ibukota.  Ongkosnya pun murah, hanya 1 dollar Amerika.  Kapal penyeberangan tersedia 24 jam, sehingga menjamin kelancaran arus orang dan barang. Kalau di bandara terlihat serba mewah, di ibukota negara ini justru sebaliknya.  Pemandangan yang kita lihat saat mendaratkan kaki di pelabuhan Male, lebih seperti pelabuhan rakyat.  Dermaga sangat sederhana, tidak ada jalan khusus untuk penumpang memasuki kapal karena semua kapal cukup melabuhkan dan mendekatkan ujung kapal ke tembok pembatas pantai.  Jadi penumpang harus hati-hati kalau mau naik atau turun dari kapal.


Kapal penyeberangan ke Male
Kapal bersandar di pinggir dermaga
Dermaga khusus militer
Dermaga khusus President
Parkir motor gratis di pinggir dermaga


Setibanya di Male jangan heran kalau ketemu sepeda motor karena inilah alat transportasi utama dan yang terkenal disini.  Cukup beralasan mengapa sepeda motor begitu penting keberadaannya karena jalan-jalan di Male sangat sempit dan pulau tempat ibukota ini berada pun lumayan kecil, sehingga mubazir dan buang-buang waktu kalau kita menggunakan mobil.  Dengan sepeda motor kita bisa menelusuri setiap sudut kota Male, bisa zig zag menerobos kepadatan traffic.  Sebenarnya yang bikin padat bukan jumlah kendaraannya, melainkan jalan rayanya yang memang sempit.  


Kota Male di pinggir dermaga
Ramai orang dan kendaraan setiap hari
Motor dimana-mana
Motor sebagai alat transportasi utama di kota
Parkir motor gratis disini


Karena saking kecilnya ini ibukota, cukup dibutuhkan 3 pom bensin untuk menyuplai keperluan bahan bakar.  Pasar terpusat persis di dermaga.  Ada pasar sayur dan buah-buahan, ada pasar ikan dan ada super market.  Semuanya serba sederhana.  Pusat kota dan pusat pemerintahan pun berada persis di depan dermaga.  Jangan membayangkan yang serba mewah atau besar ya.  Disini tidak ada bangunan yang tinggi dan besar seperti di kawasan Sudirman atau Kuningan Jakarta,  yang ada disini lebih mirip kawasan kota tua.


Kantor Pemerintahan
Balai kota/alun-alun terbesar di Male
Pasar buah dan sayur mayur
Harga produk disini lebih mahal dari Jakarta
Pasar ikan di pinggir dermaga


Namun meskipun kecil, kehidupan masyarakat di Male sangat harmonis.  Tidak ada keributan atau demo-demo yang mengganggu perekonomian atau stabilitas negara.  Keamanan disini pun terjaga dengan baik, sehingga turis atau wisatawan yang mau jalan-jalan di malam hari tidak perlu khawatir akan penodongan atau tindakan kriminal lainnya.


Kediaman resmi Presiden

Kecil dan bebas untuk difoto
 
Sisi kanan Presidential residence


Di Male, kita tidak perlu tukar uang dollar kita.  Mereka mau menerima uang dollar di semua transaksi.  Lagian sayang kalau ditukar ke mata uang mereka karena keluar dari Maldives, sulit atau sepertinya tidak ada satu pun negara yang mau menerima uang Rupee Maldives.  


Menara Masjid tertua di Maldives
Namanya Hukuru Miskiiy atau biasa disebut Friday Mosque
Lokasinya persis di depan kediaman Presiden
Sejarah singkat Masjid Jumat


Bila berkunjung ke Male, jangan lupa menikmati masakan asli negara ini yang terkenal dengan sea food-nya.  Sama seperti aku yang siang itu bersantap santai di Jen Kitchen, restaurant di lantai 2 dari hotel Jen, hotel terbesar dan terkenal di Male.  Menu yang kupilih, baked Maldivian green job fish yang disajikan bersama mashed potato, tumis baby kailan dan salsa nanas.  Jangan heran kalau suatu saat pelayan disini menyapa anda dengan bahasa Indonesia.  Maklum saja, manager hotel yang dikelola oleh manajemen Shangrila ini orang Bali Indonesia !


Hotel Jen di Male
Dibawah manajemen Shangrila
Restaurant-1
Restaurant-2
Restaurant-3
Restaurant-4
Baked Maldivian green job fish with mashed potato


Boleh lah kalau sekadar menginap sehari disini supaya lebih jelas melihat keseharian orang Maldives.  Namun bagi mereka yang suka sejarah peradaban muslim di Maldives, mungkin bisa lebih lama tinggal disini.  Kalau boleh jujur, tidak banyak yang dapat dilihat di Male selain peninggalan sejarah Islam dan kehidupan masyarakat pulau. Makanya bagi turis yang sekadar bertujuan wisata, 1 hari aku rasa cukup.  Bahkan para turis lebih memilih berjalan kaki menelusuri kota Male daripada menggunakan sepeda motor karena ukuran pulau ini yang tidak besar dan rasanya cukup beberapa jam sudah habis kita jelajahi.  


Jembatan penghubung pulau bandara dengan Male
Pantai sekaligus taman rekreasi untuk publik
Menjadi ajang berkumpul keluarga
Outdoor gym gratis bagi warga
Pusat kota Male



Ada yang unik di negara pulau yang pernah dihajar Tsunami tahun 2004 ini adalah olah raga favorit warga Maldives.  Aku awalnya mengira pasti tidak jauh dari olah raga air seperti renang, polo air atau menyelam, tetapi ternyata tebakanku salah.  Meskipun negara kecil dengan luas negara dan populasi penduduk yang kecil juga, olah raga favorit warga disini adalah sepak bola!  Salah satu jenis olah raga yang membutuhkan area yang cukup luas dan pemain yang lumayan banyak.  So, meskipun Male berada di pulau kecil, disini banyak terdapat lapangan sepak bola.


Menuju bandara
Tiba di dermaga bandara
Tinggal nyeberang dari dermaga ke terminal bandara
Tempat penitipan bagasi, bayar 5 dollar sekali nitip
Commercial area
Meeting point arrival dan departure


Ada lesson learned yang dapat diambil dari negara ini.  Meskipun berusia muda dan sempat terpuruk perekonomiannya karena bencana Tsunami yang menenggelamkan sebagian pulau-pulau yang dimiliki, negara ini tidak pernah berhenti berkreasi di dunia wisata untuk menarik sebanyak-banyaknya wisatawan asing yang pada akhirnya terbukti dapat meningkatkan devisa dan menggerakan perekonomian negara.  Maldives adalah bukti bahwa meskipun negara yang mayoritas penduduknya Islam, tapi berhasil menarik wisatawan yang non muslim berkunjung kesini.  So, selamat berwisata.
  
 
Good bye Maldives, see you soon......