Senin, 08 Oktober 2018

Banda Aceh Bersolek Diri Pasca Tsunami

Aceh, demikian nama propinsi, suku, daerah di ujung pulau Sumatera ini, 14 tahun yang lalu luluh lantah oleh bencana alam Tsunami.  Tepatnya di tanggal 26 Desember 2004, 1 hari setelah umat nasrani merayakan natal dan 5 hari menjelang pergantian tahun 2005, Sang Penguasa seolah-olah memberi peringatan keras kepada dunia ini bahwa kekuasaanNya lebih kuat dari segala apapun yang ada di bumi ini.  Tidak ada yang tidak mungkin bagiNya.  Bila Dia berkata 'Jadi', maka 'Terjadi lah' hal-hal yang menurut akal manusia tidak mungkin terjadi.  Tidak ada satu pun yang dapat menghalangiNya, semuanya bisa dihancurkan dalam sekejap dengan kehendakNya.  Salah satu bukti kekuatanNya ya tsunami itulah yang terjadi di negeri serambi Mekkah itu.  Sepertinya banyak pesan, hikmah, pelajaran yang dapat dipetik dari musibah itu.  Apakah ada yang salah di bumi Aceh saat itu?  Apakah ini bentuk kemurkaan Tuhan kepada hambaNya yang tidak menjalankan perintahNya?  Atau ini hanya sekadar ujian kenaikan derajat ketaqwaan masyarakat Aceh di depan Sang Pencipta?  Jujur, hanya masyarakat Aceh yang selamat dari bencana itu yang lebih tahu jawabannya.


Maket kota Banda Aceh sebelum tsunami, padat pemukiman

Setelah tsunami, hancur lebur, daratan terlihat lebih luas

Masjid raya yang selamat dan tetap berdiri kokoh


Semua peristiwa besar itu terekam dengan baik dan dapat kita lihat di Museum Tsunami yang berada di tengah kota Banda Aceh.  Kondisi atau kehidupan masyarakat sebelum dan sesudah tsunami tergambar jelas disini.  Di setiap dokumentasi disajikan cerita singkat, sehingga mempermudah pengunjung memahami alur cerita kejadian. 


Fasad depan museum

Helikopter NBO-105 buatan IPTN yang hancur oleh tsunami

Area untuk melihat rekaman video singkat peristiwa tsunami

Jembatan dan bendera negara penyumbang


Foto-foto kesedihan berjejer dipajang di hampir seluruh ruangan.  Ada juga yang disajikan dalam bentuk video berdurasi pendek, ada juga dalam bentuk gambar-gambar statis namun menyiratkan sejuta arti.  Yang paling menyentuh lubuk hati kita adalah ruangan yang dikenal dengan 'Sumur Doa'.  Ruangan ini berbentuk melingkar seperti sumur dengan diameter sekitar 4 meter dan di seluruh dinding sumur itu tertulis nama-nama korban tsunami.  Ruangan ini sengaja dibuat agak gelap, tanpa suara, supaya pengunjung dapat dengan tenang melihat nama-nama korban sekaligus memanjatkan doa bagi mereka atau dapat meresapi arti musibah dan berdoa agar musibah itu tidak datang kembali menimpa bumi pertiwi ini.


Cerita di balik musibah

Dinding sumur doa

Nama-nama korban


Memang museum tidak dapat menampilkan semua bukti suatu peristiwa, apalagi kalau bukti itu dalam bentuk kapal besar seperti Kapal Apung Pembangkit Listrik Tenaga Diesel milik PLN yang terdampar di tengah-tengah pemukiman penduduk.  Ini bukti konkrit kedasyatan tsunami yang tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun.  Kapal dengan berat 2800 ton ini dihempas oleh tsunami sejauh 5 km ke daratan, tepatnya di area Punge Blang Cut, Banda Aceh.


Pintu gerbang ke Kapal Apung I

Kapal Apung I tampak dari samping

PLTD Apung I, bukti nyata tsunami Aceh 2004

Dikelilingi oleh pemukiman

Tugu peringatan


Sebenarnya pasca tsunami, PLN ingin mengembalikan kapal ini ke laut karena kondisi mesin tidak rusak parah dan diharapkan masih mampu memasok listrik sebesar 10,5 MW seperti sedia kala.  Namun, Pemerintah setempat justru ingin menjadikannya sebagai wisata sejarah.  Akhirnya PLN hanya mencabut mesin-mesinnya saja dan kapal ini sekarang menjadi salah satu tempat tujuan wisata utama di Aceh.  


Dalam kapal-1

Dalam kapal-2

Dalam kapal-3

Dalam kapal-4


Ada juga peninggalan sejarah musibah tsunami Aceh yaitu kapal nelayan yang terdampar di atap rumah.  Pemandangan ini lebih unik dan menarik, tanpa bermaksud mengabaikan penderitaan korban saat kejadian itu, tapi bila dilihat dari sisi pariwisata, obyek ini layak untuk menjadi destinasi wisata bagi turis yang ingin melihat bukti nyata tsunami Aceh 2004.  Sebelum musibah itu terjadi, sebenarnya kapal kayu sepanjang 25 meter ini sedang berada di dock kapal di sungai Krueng Aceh di Lampulo dan siap untuk berlabuh tanggal 26 Desember 2004.  Tetapi Tuhan berkata lain, justru di hari diluncurkannya kapal dengan berat 20 ton ini menjadi sejarah tragedi tsunami.  59 orang menjadi saksi hidup selamat dari bencana dengan kapal ini.  Yang mereka tahu, kapal ini melindungi mereka dari hempasan gelombang besar.  Karena tersangkut di atap rumah inilah, kapal itu tidak hanyut terhempas jauh di laut lepas, sehingga saat gelombang pasang itu surut, mereka dapat dengan mudah turun ke darat.


Bukti nyata keganasan tsunami
Kampung nelayan dekat lokasi 'kapal di atas atap'


Mungkin kita dapat sejenak melewatkan kisah-kisah sedih tsunami karena Aceh sudah bangkit dari kehancuran alam dan ekonomi.  Tsunami memang membawa hikmah tersendiri dengan berhentinya konflik kekuasaan antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang berkobar sejak tahun 1976.  Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 2005 ditandatangani perjanjian damai antara Pemerintah RI dengan GAM di Helsinki Finlandia.  Perjanjian tersebut memberi harapan kembali untuk membangun Aceh bersama setelah tsunami.  Dan kini Aceh sudah menunjukkan banyak perubahan.  Perekonomian sudah bergerak cepat.  Masyarakat dan Pemerintah setempat juga terus berupaya membangun daerahnya agar tidak tertinggal dengan daerah-daerah lain di Indonesia termasuk di sektor pariwisata.  Pulau Sabang masih menjadi destinasi favorit turis asing yang menggemari wisata alam bawah laut.  Pulau kecil ini punya dermaga untuk kapal pesiar berukuran besar berlabuh disini.  Juga punya resort dan fasilitas untuk snorkeling atau diving.  Untuk menuju pulau Sabang dapat ditempuh dengan menggunakan kapal penyeberangan atau menggunakan penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta atau Bandara Kualanamu Medan.  Para turis lebih cenderung terbang dari Jakarta ke Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh lalu menggunakan transportasi ferry ke Sabang, karena jadwal keberangkatan lumayan banyak dan tidak lama, serta pemandangan di sepanjang perjalanan cukup menarik.  Hanya saja faktor cuaca menjadi penentu berangkat tidaknya kapal penyeberangan. 


Yang menyita perhatian dunia


Aceh punya pantai yang indah dan layak untuk dikunjungi.  Lokasinya memang lumayan jauh dari bandara atau dari pusat kota, tapi pengunjung dijamin akan betah berada disini menikmati keindahan alam pantai yang bisa dibilang belum setenar pantai yang ada di Bali atau Lombok.  Namun pantai ini punya daya tarik tersendiri selain hamparan pasirnya yang bersih dan ombaknya yang tidak begitu kencang, di pinggir pantai ini tumbuh pohon-pohon rindang dan dibangun gubuk-gubuk yang nyaman untuk acara berkumpul bersama teman atau keluarga.  Apalagi disini juga tersedia rumah makan atau warung minuman, sehingga terbayang betapa nikmatnya sore itu, berteduh di bawah gubuk menikmati matahari tenggelam sambil ditemani air kelapa muda yang fresh disajikan bersama batok kelapanya.  Namun ada satu hal yang perlu diingat bagi pengunjung, bahwa Aceh memberlakukan syariat Islam, artinya meskipun di pantai, anda tidak dapat dengan bebas mengumbar aurat disini.


Pantai Lhok Nga-1

Pantai Lhok Nga-2

Pantai Lhok Nga-3

Pantai Lhok Nga-4


Kalau masih suka dengan suasana pantai, tidak ada salahnya untuk mampir ke Lhok Aroen karena disini ada cafe yang bangunannya menjorok di pantai.  Kalau dilihat sepintas lalu mirip banget dengan cafe-cafe yang ada di Maldives.  Sangat nyaman rasanya, duduk-duduk santai minum kopi diiringi dengan sepoi-sepoi angin laut dan hamparan pemandangan alam yang indah.  


Lhok Aroen-1

Lhok Aroen-2

Lhok Aroen-3

Lhok Aroen-4


Bicara tentang kopi, Aceh lah tempatnya.  Kopi Aceh sudah sangat terkenal di bumi nusantara ini.  Disamping punya rasa yang khas, ada mitos atau respon senada dari para penyuka kopi Aceh.  Katanya kopi Aceh lain efeknya, kalau kopi biasanya bikin melek, kopi Aceh justru sebaliknya, bikin tidur.  Makanya tidak ada yang khawatir menikmati kopi Aceh di malam hari.  Namun semuanya kembali kepada penilaian masing-masing.  Tapi sekali lagi, kalau anda ke Aceh dan ingin bergaul atau diterima baik dengan masyarakat disana, maka anda harus menyukai kebiasaan yang mereka lakukan yaitu minum kopi.


Belum afdol bila ke Aceh tidak minum kopi Aceh

Kopi Aceh sudah mendunia


Satu lagi juga yang perlu anda coba bila sedang berkunjung ke Aceh.  Ayam tangkap, makanan khas Aceh yang sangat populer.  Rasanya juicy dan yummy banget.  Ayam itu sepertinya di bumbui terlebih dahulu dan didiamkan selama waktu tertentu sebelum digoreng di penggorengan yang sangat panas.  Disajikannya panas-panas dan selalu ditaburi goreng rempah-rempah seperti daun pandan, beberapa daun herbal dan cabe besar.  Dijamin, satu potong saja tidak akan cukup.  Anda akan bisa menghabiskan lebih dari 1 potong.


Full rempah dan berasa kelezatannya

Gulai kambing termasuk menu andalan

Yang paling dicari dan disukai banyak orang, Ayam Tangkap

Suasana restaurant 'Ayam Pramugari' dekat bandara

Semua diolah 'fresh' dan dijamin enak

Jam makan siang, restaurant sangat ramai, harus 'book' dulu


Itulah Aceh.  Propinsi di paling ujung kiri negara ini sekarang telah bangkit dan bersolek diri.  Mereka tidak pasrah begitu saja dengan musibah.  Mereka masih memegang asa.  Harapan menjadikan negeri ini makmur, damai dan sejahtera tidak akan sirna.  Banyak hal yang akan kita dapat bila berkunjung ke Aceh.  So, welcome to Aceh.