Minggu, 12 Maret 2017

Mabuhay Filipina, Aduhai Manila



Karena tidak enak saja disindirin terus sama teman-teman komunitas khususnya pecinta traveling yang katanya aku terlalu cenderung ke Eropa atau Amerika daripada Asia bila menyalurkan hobby jalan-jalanku, makanya kusempat-sempatkan juga di kesibukan hari kerjaku ke negara tetangga, Philippines atau Filipina.  Kuputuskan terbang ke Manila karena sepertinya sudah tidak mempan lagi alasanku bahwa aku mendahulukan pergi jauh ke Eropa ataupun ke benua Amerika tidak lain hanyalah karena perjalanan ke kedua benua itu memerlukan waktu yang lama, persiapannya pun lumayan banyak, butuh biaya banyak, perlu tenaga prima dan akhirnya lebih aku prioritaskan.  Takutnya nanti keburu tua dan tidak sempat atau tidak kuat lagi jalan jauh.  Tapi, boleh juga usulan temanku yang katanya toh bisa diluangkan waktunya meskipun cuman Sabtu-Minggu, lagian perjalanan udaranya tidak lama plus karena dekat , dapat diulang berkali-kali. 


Menunggu di Premiere Executive Lounge

Di barisan terdepan Airbus 321 seri 200

Pengambilan bagasi di Bandara Ninoy Aquino


Seperti biasa, bilamana bepergian ke suatu negara, aku lebih suka terbang dengan flag carrier negara itu.  Makanya saat memutuskan terbang ke Manila, yang kupilih adalah Philippines Airlines.  Memang sih tiketnya lumayan mahal bila dibandingkan dengan Cebu Pacific, airline dari Filipina yang juga melayani penerbangan dari Jakarta ke Manila.  Namun, kembali lagi karena urusan prioritas, jadinya aku pilih Philippines Airlines dulu untuk kunjungan pertamaku.  Mungkin untuk kunjugan kedua, boleh jadi aku naik Cebu Pacific. 


Fasad depan terminal keberangkatan bandara Ninoy Aquino
Terminal khusus untuk flag carrier, Philippines Airlines

Check-in area


Ada harga ada rupa.  Sangat wajarlah bila kita tidak bisa membandingkan pelayanan dua maskapai penerbangan yang berbeda kelasnya.  Philippines Airlines, sebagai premium airline pasti memberikan pelayanan kelas ‘full-service’ kepada penumpang.  Sedangkan, Cebu Pacific, karena low cost carrier, bisa jadi ‘service’ merupakan optional, artinya kalau mau di-service lebih, ya harus bayar lebih.  Hal seperti ini sudah lazim dalam dunia penerbangan dan penumpang pun sudah paham.  Kembali tentang penerbanganku dengan Philippines Airlines.  Waktu berangkatnya aku malah tidak dapat menikmati semua menu yang disediakan.  Aku lebih baik tidur karena jam keberangkatan menunjukkan pukul satu dini hari.  Aku tidak mau terlihat loyo, ngantuk, kurang semangat atau lelah saat tiba di bandara tujuan.  Meskipun sempat memilih menu makanan yang ditawarkan pramugari, namun si pramugari tidak berani membangunkan aku yang mungkin sangat pulas tidur di kursi penumpang row terdepan.  Sebaliknya, saat penerbangan kembali ke Jakarta, aku sangat puas menikmati semua sajian atau pelayanan dari maskapai ini.  Bisa dibilang bahwa pelayanan di Philippines Airlines sangat baik, fully recommended bagi yang ingin bepergian ke Filipina.


Pulangnya dapat barisan kedua, tapi kelasnya sama
Snack, premium mixed nuts
Appetizer, ginger flavored chicken terrine and prawn vinaigrette on mango boat
Main course, cod fillet in red curry sauce & manok with tanglad

Dessert, arce dairy ice cream & chocolate biscuit


Bandara Ninoy Aquino Manila ternyata oke juga.  Disain bangunan dan konsepnya mirip Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, tapi kalau bicara tentang ukuran dan interior-nya, bandara kita lebih baik.  Proses imigrasi di Manila juga sangat simple tidak terkesan menegangkan seperti di Amerika.  Tidak banyak petugas yang lalu lalang di area pemeriksaan passport.  Justru yang terlihat lebih ‘santai’ malah bea cukai.  Apakah memang tidak ada pemeriksaan barang bagasi oleh bea cukai atau karena tampangku yang seperti Filipino (sebutan bagi orang Filipina) sehingga mereka kurang peduli.  Tapi kalau diingat-ingat, waktu di pesawat aku sempat diberi form isian bea cukai, sama seperti kalau kita mau masuk Indonesia.  Anehnya, beberapa penumpang di depanku yang setelah ambil bagasi, semua pada nyelonong keluar tanpa pemeriksaan atau pun menyerahkan form tersebut ke petugas.  Aku memang sempat celingukan, bingung mau diserahkan ke siapa form itu karena tidak terlihat ada petugas di pintu keluar pemeriksaan. 


Saat check-in

Ruangan mini theater di Mabuhay Executive Lounge

Ruangan makan di Mabuhay Executive Lounge

Saat boarding meninggalkan Manila


Berhubung hari masih pagi dan aku lumayan lapar, setelah keluar dari bandara aku segera menuju Manila Bay untuk mampir sebentar ke Aristocrat restaurant yang katanya punya ayam panggang terlezat di Manila.  Rumah makan ini konon usianya sudah 81 tahun dan ramai oleh pengujung dari pagi sampai malam hari.  Lokasinya sangat strategis, menghadap jalan raya sekaligus tempat tujuan wisata Manila Bay.  Waktu aku tiba disana, pengunjung sudah menempati beberapa kursi kayu di restaurant itu.  Setelah dapat tempat duduk, aku segera memesan menu andalan disini yaitu ayam panggang dan makanan lokal.  Meskipun agak lama menunggu pesanan datang karena pelayan yang menurutku agak lamban atau kurang tanggap dengan kepuasan pengunjung, akhirnya rasa kesal karena lama menunggu terbayar dengan hadirnya makanan yang kupesan.  Bibingka, makanan tradisional Filipina yang terbuat dari ketan putih dan bagian atasnya diolesi mentega lalu ditaburi parutan kelapa, gula pasir, potongan kecil-kecil telur bebek asin dan keju.  Selanjutnya Puto Bumbong, dibuat dari singkong rebus, serbuk gula merah dan parutan kelapa.  Dan yang special sudah pasti, chicken barbecue khas Aristocrat.  Urusan rasa memang enak semua ketiga makanan itu.  Mungkin karena sesama orang Asia, makanan-makanan tersebut mirip sama jajan pasar kita.  Hanya ayam panggangnya yang lain, juicy tasty banget.

 
Restaurant Aristocrat yang sangat terkenal di Manila
Tampak samping restaurant Aristocrat
Mengklaim punya ayam panggang terlezat di Manila
Pengunjung sudah memenuhi sebagian kursi
Chicken barbecue dan nasi kuning andalan restaurant ini
bubur jagung lumayan menghangatkan perut di pagi hari
Puto Bumbong
Bibingka


Puas mengisi perut, aku melanjutkan perjalanan ke Manila Bay yang posisinya tepat di depan Aristocrat.  Cukup menyeberang jalan raya yang super padat ini menuju pantai yang katanya sangat terkenal dan menjadi salah satu tujuan wisata tidak hanya tourist asing tetapi juga lokal.  Sebenarnya dulu tempat ini sering ada pertunjukkan seni gratis dan café-café tenda.  Pengunjung boleh bebas menikmati sajian hiburan, tetapi kalau menikmatinya sambil minum kopi atau makan di café, sudah barang tentu harus bayar.  Namun sekarang, semua itu hanya tinggal sejarah.  Kini yang ada, hanyalah taman-taman, jogging track dan penduduk urban yang bertahan hidup di kota Manila.  Ada yang membuka pelayanan pijat, ada yang jualan rokok dan makanan kecil, ada juga yang sekadar numpang tidur di taman.  Sebuah gambaran kerasnya hidup di kota besar.


Manila Bay terlihat dari seberang jalan
Lumayan bersih area pejalan kakinya
Namun air laut terlihat terkontaminasi
Penduduk urban yang cuek mandi
Dulunya ramai oleh kapal pesiar dan tempat hiburan


Meskipun hanya sebentar di Manila, tapi aku dapat mengunjungi beberapa destinasi wisata.  Adalah Rizal Park yang berada persis di tengah kota.  Nama Rizal diambil dari nama pahlawan bangsa Filipina, Jose Rizal Y Mercado yang memperjuangkan kemerdekaan sekaligus hak asasi manusia rakyat Filipina yang dirampas oleh sang penjajah, Spanyol.  Rizal Park menempati area yang sangat luas dan terdiri dari beberapa bagian.  Di bagian depan, kita akan menemukan monumen Jose Rizal dan deretan bendera Filipina.  Yang unik justru di seberang taman tersebut.  Ada tugu yang dengan huruf besar menunjukkan bahwa disitulah letak KM 0 kota Manila.


Taman Jose Rizal terlihat dari seberang jalan
Monumen Joze Rizal
Tugu di seberang taman
Tugu KM 0 Kota Manila


Masuk lebih dalam, kita akan menemukan taman khusus memorial.  Disinilah tempat dibunuhnya Jose Rizal oleh tentara Spanyol.  Ada patung-patung membentuk diorama menggambarkan peristiwa penembakan Jose Rizal.  Si Pahlawan itu mati ditembak dari belakang.  Disini juga kita dapat melihat perjalanan Jose Rizal mulai dari cerita romansa sampai dengan cerita duka.


harus beli tiket sebelum masuk
Sejarah singkat pembunuhan Jose Rizal
Catatan perjuangan
Diorama penembakan Jose Rizal
Diorama perjuangan dan kehidupan Jose Rizal-1
Diorama perjuangan dan kehidupan Jose Rizal-2
Diorama perjuangan dan kehidupan Jose Rizal-3

Masih di taman yang luas itu, kita dapat menemukan patung pejuang kemerdekaan.  Kalau dari tulisan yang ada di tugu dinamakan sebagai The statue of the sentinel of freedom, tapi sebagian orang mengatakan sebagai patung Lapu-lapu.  Siang itu meski terik sinar matahari sangat panas, namun hal ini tidak menghentikan langkah warga lokal dan turis untuk datang ke Rizal Park.  Bahkan kulihat ada berbagai macam kegiatan disini.  Ada yang sedang latihan tari, ada yang sekadar kumpul-kumpul dengan teman, ada yang asyik berduaan dan lain-lain.


Jose Rizal-1
Jose Rizal-2
Jose Rizal-3
Countrymen/Lapu Lapu monumet
Rasanya kurang pas saja kalau hotel itu jadi background monument
Museum Antropologi


Tempat wisata berikutnya adalah Intramuros, benteng tua yang masih ada di tengah kota Manila.  Benteng ini sangat terkenal dan selalu menjadi tempat tujuan wisata dalam daftar semua turis yang berkunjung ke Manila.  Sayangnya bangunan benteng itu sudah tidak utuh lagi, tinggal puing-puing sejarah.  Meskipun di beberapa sisi benteng masih menyimpan benda-benda bersejarah, namun kondisinya sudah menyedihkan.  Sepertinya kondisi ini sama seperti di negara kita yang kurang pandai merawat tempat-tempat wisata bersejarah.  


Sebagian area dikuasai swasta untuk lapangan golf
Pintu masuk kawasan Intramuros
Intramuros-1
Intramuros-2
Intramuros-3
Intrmuros-4
Intramuros-5


Kawasan Intramuros itu sangat luas.  Awalnya aku kira hanya sekadar bongkahan sisa peninggalan benteng karena dari depan jalan yang kulewati justru tidak terlihat keindahan atau pun luasnya benteng.  Namun setelah jalan kaki menelusuri benteng ternyata pegal juga kaki ini karena areanya sangatlah luas.  Yang sedikit menyebalkan adalah si tukang becak yang tidak kenal putus asa menawarkan jasa mengelilingi area benteng dengan becaknya.  Ini orang keukeh banget sampai nguntit terus kemana aku pergi.


Aneka cerita singkat di dinding benteng
Benda bersejarah diamankan
Cerita singkat gerbang San Andres
Bekas kediaman Gubernur Jenderal yang berubah fungsi


Yang sedikit melegakan justru saat mengunjungi San Diego Garden.  Dari namanya aku kira ini taman pemakaman karena namanya mirip dengan pemakaman elit di Jakarta.  Tapi setelah masuk ke dalam area taman, justru tidak ada sama sekali kuburan atau tanda-tanda tempat pemakaman.  Kesan pertama yang terlihat adalah bekas benteng juga.  Bentuknya unik khususnya di bagian utama bangunan yang berbentuk lingkaran.  Sepintas seperti pusaran air.  Area yang benar-benar berfungsi sebagai taman berada di sebelah kanan dalam.  Disini kita bisa melihat aneka jenis bonsai dan beberapa taman bunga dengan saung-saung untuk mempercantik taman sekaligus tempat rehat pengunjung.


Pintu depan San Diego Garden
Beli tiket dulu, baru bisa keliling taman
Area depan San Diego
Meriam peninggalan perang
Sebelum memasuki area utama taman
Bangunan utama San Diego yang unik itu
Lorong rahasia
Area taman bunga
Teduh, bersih dan hijau

 
Bangunan bersejarah lainnya yang tidak boleh dilewatkan adalah gereja San Agustin.  Gereja yang didirikan pada tahun 1571 ini masih berdiri kokoh dan tetap berfungsi sebagai gereja.  Sialnya rencana mengenal lebih jauh sejarah gereja ini terhalang oleh ulah manusia.  Hari itu ada shooting film dari dalam sampai pintu depan gereja.  Alamat aku cuman bisa mengambil beberapa gambar gereja.


Bagian belakang gereja-1
Bagian belakang gereja-2
Pos-pos penjagaan
Gereja San Agustin
Usianya lebih dari 400 tahun
Selalu ramai pengunjung untuk ibadah dan shooting



Tidak jauh dari gereja San Agustin, tepatnya di sebelah kanan gereja terdapat restaurant  Barbara.  Dulu restaurant ini sangat terkenal di masa kolonial.  Sayangnya tidak semua orang Filipina bisa masuk karena hanya kaum bangsawan dan saudagar kaya yang bisa menikmati sajian rumah makan ini.  Selain karena harganya yang sangat mahal bagi rakyat biasa, pemerintah kolonial memang sangat membatasi warga Filipina memasuki area elit di masa itu.  Di sekitar area restaurant ini juga kita bisa melihat sisa-sisa kejayaan bangsawan Spanyol.  Kalau diperhatikan dengan teliti, bentuk bangunan dan landscape-nya mengingatkanku tentang kota Barcelona.  Tempat ini sering digunakan untuk pengambilan gambar pre-wedding atau film.


Restaurant Barbara tampak depan
Lorong jalan ala Spanyol
interior fountain seperti ini banyak terdapat di Barcelona
Siapa kira kalau ini di Manila?
Museum barang-barang kuno para bangsawan


Di Barbara berlaku all you can eat.  Menu yang disediakan mulai dari appetizer berupa sopa de esparragos (sup asparagus) dan ensalada surtidas, pilihan super banyak buat main course-nya yaitu fish fillet with tartar sauce, polo con jamon y queso, pastel de langua, sauteed mixed baguio, sotanghon guisado, croquetas, paella mixta, dan steamed pandan rice.  Sedangkan untuk pencuci mulutnya tersedia banana sesame, yellow camote fritters, tropical fresh fruit platter, canonigo with orange wedges dan buco pandan jello. Untuk ukuran kita, harga yang dipatok lumayan murahTapi tidak bagi masyarakat lokal.  Mereka menganggap harga makanan disini mahal.  Make sense bagiku karena kalau dibanding-bandingkan harga barang dan jasa disini lebih murah daripada di Jakarta.  Tapi sorry, tidak bisa aku jelaskan satu-persatu.  Kalau tidak percaya, silakan buktikan sendiri.


Barbara's Heritage Restaurant
Lantai bawah hanya untuk staff restaurant & ruang tunggu
Serba kayu gaya vintage
Desain interior dibuat seperti jaman kolonial
Main course
Salad lokal sebagai appetizet
Aneka dessert selain buah-buahan segar

Kehidupan malam di Manila tidak jauh berbeda dengan kota-kota besar lainnya di Asia.  Meskipun tidak se-vulgar seperti di Bangkok, kalau dibandingkan dengan Jakarta, dunia hiburan di Manila lebih berani.  Banyak sekali pilihan dan semua tergantung kekuatan kocek dan tubuh kita.  Namun bagi yang ingin sekadar makan malam atau berkaraoke ria, tinggal jalan ke pusat kota, tepatnya di Metro Walk.  Disini kita bisa hang out dengan teman atau makan malam sambil diiringi live music gratis.  Namun pertunjukkan ini baru dimulai jam 9 malam dan berakhir sampai jam 2 bila akhir pekan.


Tempat ini tidak pernah sepi apalagi akhir pekan
Menyediakan aneka masakan western dan lokal


Selama di Manila, tempat menginap yang kupilih adalah Manila Hotel yang terletak di seberang Rizal Park.  Hotel berbintang lima ini punya banyak kelebihan selain pelayanan dan fasilitas bintang 5.  Tempat untuk breakfast ditempatkan di cafe ilang-ilang yang berada di sekitar area lobby.  Cafe ini berukuran sangat luas dan menawarkan berbagai macam masakan dan semuanya enak, makanya restaurant ini menjadi salah satu tempat makan favorit pilihan Trip Advisor.  


Kamar tidur-1

Kamar tidur-2

Kamar mandi-1

Kamar mandi-2


Selain lobby yang super duper luas, fasilitas kamar tidurnya pun sangat baik.  Ruangannya luas, dilengkapi dengan fasilitas standard seperti televisi, mini bar, lemari pakaian, mini sofa, meja kerja, sandal kamar.  Yang menjadi nilai tambahnya adalah buah-buahan segar yang selalu disediakan tiap hari, bahkan kalau minta nambah pun dengan segera akan diantar oleh petugas dan ini gratis.  Kamar mandinya tidak kalah baiknya.  Selain handuk lengkap dengan jubah mandinya, peralatan mandi lainnya pun sangat lengkap.   Pokoknya tidak bakal nyesal menginap disini.  


Intramuros terlihat dari kamarku

Kota Manila yang padat dan berkembang


Meskipun perjalananku sangat singkat di Manila, tapi aku merasa seperti disambut hangat dengan warga Filipina.  Ucapan Mabuhay yang sering aku dengar tidak hanya sekadar ungkapan penyambutan yang baik di mulut saja, tapi dibuktikan dalam perbuatan sebagaimana yang kualami.  Mereka tulus melayani, ramah tamah dan senang bergaul dengan orang asing yang tidak identik dengan bule seperti di Indonesia.  Eksotika budaya dan hospitality warganya membuat Manila begitu aduhai.