Rabu, 29 November 2017

Bosnia, Negara Ke-50 Yang Berhasil Kutempuh Tanpa Keluh Dan Peluh

Super-super excited akhirnya aku berhasil mencapai titik krusial dalam mewujudkan cita-citaku, menjelajahi dunia dengan target 100 negara.  Kini, aku sudah mencapai angka penting, 50!  Ya, Lima Puluh!  dan Bosnia menjadi negara ke-50 perjalananku.  Tidak ada planning khusus mengapa Bosnia.  Aku hanya terus berusaha dan berdoa, semoga Tuhan merestui keinginanku, semoga aku selalu diberi kesempatan melangkahkan kaki ini menelusuri negeri di luar sana setiap tahun.  Kontroversi, pro dan kontra selalu ada dan aku sudah terbiasa atau sadar betul akan hal itu.  Bagiku sepanjang kegiatanku ini tidak merugikan orang apalagi merugikan negara (maksudnya korupsi, bang), aku akan jalan terus.  Bukankah di dunia ini selalu ada pro and kontra?  Kalau ada yang kontra atau yang iri, anggap aja 'syirik tanda tak mampu' haha........Lagian, daripada iri, marah, tidak suka, lebih baik ikutan bahagia bersamaku.  Jangan sampai orang bijak akan bilang, aku yang naik gunung, orang lain yang kelelahan.  Sudah, sudah, kenapa jadi ngomong tentang perasaan, hehe......kembali ke laptop, kembali cerita tentang jalan-jalan ke Bosnia Herzegovina.


Bendera negara Bosnia Herzegovina


Untuk masuk Bosnia via darat dapat ditempuh dari 2 negara, Kroasia atau Montenegro.  Dua-duanya sudah pernah aku datangi.  Aku pernah masuk lewat Kroasia saat ingin jalan-jalan ke Split.  Area Bosnia yang kulewati saat itu sangat kecil hanya sepanjang 2 km panjang jalannya.  Setelah itu kita akan bertemu kembali pos penjagaan Kroasia.  Jadi memang aneh tapi nyata.  Area yang kecil itu merupakan hasil keputusan PBB untuk memberikan akses jalan warga dan pemerintah Bosnia ke laut, sehingga arus logistik dan manusia dari dan ke Bosnia dapat ditempuh via laut.  Kalau tidak begitu, Bosnia akan menjadi negara yang benar-benar terkurung oleh negara lain.  Hal ini akan  membuat Bosnia semakin rentan dan mudah dikuasai oleh negara lain. 


Border atau perbatasan sekaligus berfungsi sebagai imigrasi
Kota kecil di Bosnia yang diapit Kroasia
Penduduknya ramah sekali dengan orang Indonesia
Akses warga Bosnia ke laut Adriatik
Tempat berhenti sejenak sekaligus beli coklat


Tempat wisata pertama yang kutuju yaitu Medugorje, kota yang sarat dengan peninggalan kaum kristiani.  Kabarnya, di kota ini terdapat patung Isa Almasih yang kaki kanannya mengeluarkan air.  Menurut guide lokal yang menuntunku kemari, air yang dikeluarkan dari patung Jesus itu mengandung mineral atau zat-zat yang sama dengan air mata manusia.  Tak ayal, banyak sekali wisatawan yang datang kesini pada bawa saputangan ataupun handuk kecil agar dapat membasahi kain tersebut dengan air itu.  Ataupun kalau tidak sempat bawa, mereka rela memeluk, mencium dan berfoto di kaki patung Jesus.  Menurut orang kristiani, tempat ini masuk dalam salah satu tempat suci umat kristen yang harus diziarahi.  Aku pun ikut-ikutan penasaran apa benar cerita itu?


Pengunjung mulai berdesakan di antrian

Semua ingin mengusap kaki kanan Jesus


Di area yang sama dengan patung Jesus, terdapat gereja tua dan terbesar di Medugorje.  Tidak hanya dari ukuran bangunannya, melainkan tanah lapang yang digunakan untuk misa massal pun berkategori sangat luas.  Lapangan ini bisa menampung puluhan ribu jemaat.  Ada yang menarik di bagian dalam gereja Sv.Jakova Apostola yang dibuka untuk umum dan boleh mengambil gambar di dalam ini yaitu pada sisi kanan gereja, ditempatkan patung besar Bunda Maria yang dihiasi bunga-bunga warna putih.  Sepertinya itu dari pengunjung karena kulihat sebagian besar jemaat perempuan membawa bunga, lalu berdoa di depan patung tersebut, kemudian meletakkan bunga itu di depan patung sebelum meninggalkan gereja.  Sayangnya aku tidak sempat menanyakan kepada mereka mengapa bunga warna putih?


Lapangan untuk misa akbar
Gereja Sv.Jakova Apostola
Bagian tengah gereja
Sebelah kanan dan patung Bunda Maria


Masih di Medugorje,  ada tempat yang konon kabarnya menjadi tempat penampakan bunda Maria. 6 orang anak manusia mengaku menjadi saksi akan peristiwa itu.  Saat itu mereka masih berusia belia dan sedang senang-senangnya bermain di kampung mereka yang dikelilingi oleh bukit-bukit.  Salah satu dari bukti itu menjadi lokasi cerita menggemparkan dunia.  Bukit batu cadas itu sebenarnya lumayan sulit untuk ditempuh.  Tidak tersedia jalur khusus bagi pendaki untuk menuju ke lokasi penampakan yang menurutku sebenarnya tidak terlalu tinggi, tapi karena waktu yang tersedia sangat terbatas dan berisiko, maka aku memutuskan hanya ingin mengambil gambar 2 salib biru yang ada di kaki bukit.  Di tempat ini pun banyak didatangi oleh wisatawan.  Tidak sedikit mereka yang meluangkan waktu untuk berdoa di depan salib biru itu, bahkan kulihat ada orang tua renta yang sudah sangat sulit berjalan tapi nekat mau datang kesini.


Siap-siap mau naik bukit

Salib biru di sisi kanan

Salib biru di sisi kiri

Rumah di kaki bukit yang tinggal puing-puing


Dari Medugorje, selanjutnya aku menuju Mostar.  Kota ini punya keunikan yaitu dibagi oleh 2 wilayah atas keyakinan yang dianut oleh warganya.  Ada wilayah untuk muslim yang memang penduduknya didominasi oleh penganut agama Islam, dan sebelahnya wilayah untuk non muslim alias kristen.  Kota tua sekaligus sebagai icon kota Mostar berada di kawasan muslim.  Mostar bridge nama icon itu.  Ya, jembatan berbentuk busur panah ini sangat terkenal dan ditetapkan sebagai ciri khas kota Mostar.  Ibaratnya kalau kita belum kesini tandanya kita belum ke Mostar.  Tidak mengherankan semua orang berduyun-duyun kesini dan berfoto dengan background jembatan itu.  Tujuannya tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk menyakinkan orang lain bahwa dia sudah pernah ke Mostar Bosnia.  Oiya, di jembatan ini kita juga bisa melihat aksi lompat indah para perenang bayaran.  Cukup membayar 30 Euro, laki-laki yang sudah siap dengan celana speedo renangnya di pinggir luar jembatan akan menerjunkan diri dari ketinggian 30 meter ke bawah sungai yang mengalir di bawah jembatan.


Kota tua tempat jembatan 'icon' Mostar
Inilah pertanda Kota Mostar
I'm here, buddy


Padahal di Mostar tidaklah hanya ada jembatan, tetapi disini kita juga dapat melihat masjid tua era Ottoman atau Pemerintahan Turki saat berkuasa di Bosnia serta tempat pemandian ala Turki Hamam yang kini tinggal sejarah dan berubah fungsi menjadi museum.  Di sekitar masjid juga terdapat toko-toko penjual kerajinan lokal serta cafe atau restaurant yang menjajakan makanan khas Bosnia yang sebenarnya dipengaruhi oleh budaya Turki seperti kebab, humus dan lain-lain.


Lihat menara sebelah kanan? Itu masjid tertua di Mostar

Tempat permandian khas Turki, hamam yang menjadi museum

Kampung tua yang sangat terkenal

Sisi lain kota Mostar yang berpenduduk mayoritas kristiani

Satu-satunya mal yang ada di Mostar



Bisa dibilang, Mostar ini adalah kota kecil yang penduduknya masih mayoritas hidup sederhana.  Kulihat hanya ada satu mall besar, selebihnya toko-toko kecil yang dindingnya kelihatan kusam.  Bekas-bekas kekejaman perang masih juga terlihat disini.  Menyedihkan tetapi dapat menjadi pelajaran bagi kita yang masih hidup bahwa perang bukanlah penyelesaian yang baik karena selalu meninggalkan kerusakan, kehancuran, penderiaan dan trauma bagi yang mengalaminya.


Puing-puing bangunan pasca perang
Sebagai saksi dan bukti kekejaman perang
Dari Mostar menuju kota Sarajevo
Bangunan-bangunan tua masih terlihat indah (dari jauh)
Kalau diperhatikan sudah banyak yang rusak seperti ini
Kawasan sniper di masa perang kemerdekaan Bosnia
Saksi sejarah perang, bangunan rusak oleh peluru


Kota terakhir yang kudatangi selama 2 hari perjalananku di Bosnia adalah Sarajevo.  Ini kota benar-benar bersejarah dan wajib dikunjungi bila kita jalan-jalan ke Bosnia.  Yang pertama, karena di Sarajevo lah pecah Perang Dunia pertama.  Penyebab perang adalah terbunuhnya Pangeran Frans Ferdinand dari Kekaisaran Austria-Hungaria di salah satu jalan raya di Sarajevo.  Austria yang berkuasa di wilayah Bosnia dan Serbia saat itu, segera bereaksi menghukum si penembak dan kroni-kroninya yang berasal dari Serbia, sehingga terjadilah invasi besar-besaran pasukan Austria ke Serbia.  Invasi Austria ini diikuti oleh Kekaisaran Jerman terhadap Belgia-Luxemburg dan Perancis.  Akibatnya negara-negara yang diserbu ini mendapat bantuan dari negara pendukungnya yang bergabung dalam negara-negara sekutu.  Satu per satu negara sekutu menyerang balik negara-negara dari Kekaisaran Austria, Jerman dan Ottoman, sehingga meletuslah perang dimana-mana dan dinyatakan sebagai Perang Dunia Yang Pertama.


Gate of Sarajevo

Ini jalan tempat terbunuhnya Pangeran Frans Ferdinand

Pananda pecahnya Perang Dunia I


Yang paling menarik untuk dikunjungi justru tempat bersejarah pada perang Yugoslavia, perang antara Bosnia Herzegovina melawan Serbia yang tidak rela Bosnia lepas dari Yugoslavia.  Tunnel of Hope adalah bukti ketangguhan pejuang-pejuang Bosnia melawan Serbia.  Terowongan itulah yang menghubungkan penduduk Bosnia yang terkepung oleh pasukan Serbia dengan penduduk Bosnia yang ada di kawasan netral atau aman di bukit atau pedesaan.  Suplai barang dan makanan, pertolongan bagi korban dan pengiriman senjata berjalan lancar karena ada terowongan ini.  Alhasil, Bosnia akhirnya bertahan dan Serbia mendapat hukuman bom dari PBB dan berhenti melawan Bosnia.


Lokasi tunnel dekat dengan bandara
Inilah rumah yang digunakan untuk pintu masuk/awal penggalian
Map wilayah Bosnia yang terkepung Serbia di masa perang
Pintu masuk pengunjung untuk melihat terowongan
Rumah Pak Kolar yang digunakan sebagai tunnel


Kalau melihat video pembangunan dan penggunaan Tunnel of Hope ini sangat mengagumkan sekaligus merinding tubuhku membayangkan perjuangan rakyat Bosnia.  Padahal terowongan itu dibangun di dekat bandara yang secara tidak langsung dekat dengan pos penjagaan pasukan Serbia dan pasukan PBB.  Bahkan rumah penduduk yang dijadikan pintu masuk terowongan ini sering dilintasi oleh kendaraan-kendaraan perang musuh, tapi anehnya selama penggalian sampai perang selesai, musuh tidak tahu.  Serbia baru tahu terowongan itu beberapa bulan setelah perang berakhir.  Tuhan sepertinya mengijinkan negara Bosnia berdiri, sama seperti negara-negara pecahan Yugoslavia lainnya.


Alat-alat yang digunakan untuk membuat terowongan
Manusia, senjata, makanan semua disalurkan lewat terowongan
Tokoh-tokoh bersejarah
Kontribusinya sangat tinggi bagi Tunnel of Hope
Artis hollywood yang sempat berkunjung kesini


Sebagai bangsa Indonesia kita perlu berbangga hati karena negara kita pernah membantu Bosnia melawan Serbia.  Pasukan Garuda pernah bertugas menjaga daerah perbatasan yang dikomandoi oleh PBB.  Tapi sudah jelas, Indonesia cenderung membela Bosnia daripada Serbia.  Disamping pasukan Garuda,  Pemerintah Indonesia juga membangun masjid di tengah kota Sarajevo, ibukota negara Bosnia.  Masjid itu mirip banget dengan Istiqlal di Jakarta, makanya masjid di Sarajevo ini diberi nama masjid Istiqlal.  Dibagian bawah masjid, digunakan untuk pendidikan dan area pertemuan, sedangkan tempat sholat berada di bagian atas.


Masjid 'mini' Istiqlal di Bosnia, hadiah dari Pemerintah Indonesia
Cantik dan khas Indonesia
Diresmikan oleh Presiden Megawati


Disamping masjid istiqlal, ada satu tempat lagi yang wajib didatangi di Sarajevo, yaitu Old Town atau kota tua yang didirikan di masa Pemerintahan Ottoman di abad ke-16.  Di tempat ini, kita akan bertemu dengan pasar rakyat dengan bangunan-bangunan khas Turki.  Disini kita dapat membeli makanan khas Bosnia yang didominasi makanan Turki ala kebab dan beberapa produk souvenir lokal.  Salah satu spot yang menjadi perhatian dan menjadi destinasi para turis adalah masjid Gazi Hrusev Beg yang merupakan masjid tertua di Sarajevo.  Kalau dilihat dari luar, bangunan ini mirip Hagia Sophia di Istanbul Turki.  Sepertinya semua bangunan termasuk tempat ibadah di kota tua ini sangat kental bernuansa Turki.


Kota tua Sarajevo
Arsitektur gaya Turki terlihat sekali disini
Ramai pengunjung dari dalam dan luar negeri
Gazi Hrusev Beg Mosque
Pintu depan masjid
Tempat wudlu di area depan


Namun sebenarnya yang paling unik adalah pembatas jalan 'Sarajevo Meeting' sekaligus pembatas area kewenangan yang dibuat di atas jalan raya.  Di masa Pemerintahan Kerajaan Austria-Hungaria dibuat perjanjian pembagian kekuasaan dengan Pemerintah Ottoman bahwa di daerah bisnis (kota tua) dibagi 2 wilayah, lower ground atau East menjadi milik Ottoman sedangkan upper ground atau West menjadi milik Austria-Hungaria.  Pembagian ini sangat jelas terlihat tidak hanya di garis pembatasnya tetapi juga terlihat dari bentuk bangunannya.  Super-super unik!


Sarajevo Meeting point, pembatas wilayah Timur dan Barat

Area Timur kental dengan warna Turki

Area Barat didominasi oleh khas Austria-Hungaria

Bila datang ke kota tua ini, jangan lupa menyempatkan diri mampir ke restaurant Dzulagin Dvor.  Aku jamin pasti betah dan senang karena disamping tempatnya nyaman untuk makan siang, menu makanannya enak-enak mulai dari appetizer sampai dengan dessert.  Dan porsinya pun pas banget dengan ukuranku, porsi Indonesia, bukan porsi bule atau timur tengah yang cenderung super banyak.  Restaurant ini juga menyediakan free wifi, toiletnya bersih dan area di bagian belakang yang cukup luas. Dan yang sudah pasti, makanan disini halal!


Standing banner di depan restaurant
Tampak depan
Bagian depan
Area tengah
Makanan pembuka, gurih dan lezat


Selama di Bosnia Herzegovina aku menginap di hotel Sarajevo, hotel bintang 4 yang paling ok di Bosnia.  Ruang lobby-nya lumayan besar, kamar tidurnya pun luas.  Namun sebaliknya, tempat sarapannya tidak luas dan menunya terbatas.  Yang paling 'aneh' dan ini yang pertama kalinya aku alami selama berkeliling dunia dan menginap di hotel berbintang adalah masalah air.  Di Bosnia supplai dan penggunaan dibatasi.  Pada jam 12 malam sampai dengan jam 6 pagi, supplai air akan mati ke seluruh area termasuk hotel tempatku tinggal.  Aneh kan? Kata resepsionis yang sambil minta maaf kepadaku, kondisi ini diharapkan berakhir tahun depan karena sekarang Pemerintah Bosnia sedang mencari sumber dan solusi untuk mengatasi masalah air.  Si Resepsionis itu menjawab sambil tersenyum masam tanda tidak yakin dengan apa yang dikatakannya..


Kota Sarajevo-1

Kota Sarajevo-2


Lain lubuk, lain ikannya.  Lain Bosnia, Lain Indonesia.  Banyak hikmah yang dapat kuambil dari perjalananku ke Bosnia.  Kita harus lebih bersyukur karena negara kita lebih makmur, lebih maju dan sudah lama hidup tenang, jauh dari perang fisik seperti Bosnia.  Mereka masih harus kerja keras, bangkit dari keterpurukan akibat perang untuk dapat memenuhi kebutuhan warganya.  Dengan total penduduk yang masih dibawah jumlah penduduk Jakarta, Bosnia menyadari masih memiliki kekurangan, tapi mereka kelihatan solid meskipun mereka berbeda keyakinan.  Aku merasa sangat diterima oleh mereka karena mereka sangat respect dengan Indonesia yang dianggap sebagai saudara tua mereka.