Tak terasa sudah setahun lebih aku tidak pernah menginjakkan kaki ke
tanah Medan. Kuyakin pasti sudah banyak
yang berubah disana karena sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia setelah
Jakarta dan Surabaya, kota Medan tidak pernah berhenti untuk menunjukkan jati
dirinya dalam menggerakkan perekonomian di Sumatera bagian Utara. Untuk ukuran Sumatera, Medan masih
megang. Tanda-tanda kekuatan ekonomi
kota yang multi ras ini bisa dilihat dari banyaknya hotel-hotel baru, padatnya
kendaraan hilir mudik di jalan raya, pusat-pusat keramaian dan yang satu lagi
yang tidak dapat dipungkiri oleh seluruh warga Sumatera Utara yaitu Bandara
Kualanamu yang berdiri megah sebagai icon baru dan kebanggaan masyarakat. Meski jauh dari pusat kota Medan, Bandara
Kualanamu memberikan sentuhan lain yang sangat berbeda dari bandara Polonia
yang sudah ditutup operasinya bersamaan dengan dibukanya Kualanamu. Kesan crowded penuh sesak, kumuh dan semrawut
berubah menjadi elegan, bersih, teratur dan customer oriented. Beberapa bagian sudah mengarah kepada
terbentuknya bandara yang berkelas dunia.
Bahkan, Bandara Kualanamu-lah sebagai bandara yang pertama kali di
Indonesia yang menggabungkan 3 moda transportasi, jalan raya, kereta api dan
bandara. Mirip bandara di Kuala Lumpur
atau di Hong Kong, penumpang atau pekerja bandara tidak perlu susah payah
menuju bandara. Kalau jalan darat atau
pakai mobil sendiri dapat ditempuh dalam waktu satu sampai satu setengah jam
lewat jalan tol. Mau lebih cepat, dapat
ditempuh dengan kereta api yang bergerak setiap 1 jam sekali dan hanya
membutuhkan waktu 30 menit akan mengantarkan kita dari kota Medan ke Bandara
Kualanamu. Stasiun kereta api berada di
kawasan dalam bandara, sehingga penumpang yang baru turun dari stasiun tinggal
jalan kaki kurang lebih 5 menit ke terminal keberangkatan bandara. Makanya, saat pertama kali dibuka, masyarakat
Deli Serdang dibikin terbengong-bengong dengan fasilitas bandara yang seperti
mal ini. Tak heran kalau mereka
menjadikan Bandara Kualanamu sebagai tempat tujuan wisata baru.
|
Bandara Polonia yang banyak mencetak sejarah |
|
Polonia, check-in area yang sempit |
|
Polonia, daya tampung sangat terbatas |
|
Bandara Kualanamu (IATA code:KNO) |
|
KNO, stasiun kereta api di dalam bandara |
|
KNO, area yang lapang dan bersih |
|
KNO, ruangan check-in yang modern dan luas |
|
KNO, area keberangkatan di lantai 3 |
|
Area lapang di lantai 1 kedatangan |
Ada cerita lucu di kuartal pertama dibukanya Bandara Kualanamu. Masyarakat pada berdatangan ke bandara karena
ingin tahu keberadaan dan fasilitasnya yang katanya berbeda dari Polonia. Tidak sedikit yang kebingungan dan nyasar karena
jalan menuju bandara saat itu masih belum lancar alias beberapa lahan untuk
jalan masih belum dilepas oleh pemiliknya.
Alhasil kita dibikin zig zag jalannya karena terpaksa belok kanan atau
kiri disebabkan jalur terputus dan dipinggir jalan tertancap spanduk kecil
bentuk protes dan penegasan pemilik lahan bahwa mereka belum menerima ganti
untung dari pemerintah daerah.
Untungnya, Pemda bergerak cepat karena tidak ingin malu mempunyai
bandara berkelas dunia tapi aksesibilitasnya berkelas bawah atau payah. Kini tidak ada yang sulit menuju
bandara. Bahkan Pemda membangun jalan
tol untuk menghubungkan dan mempermudah masyarakat yang ingin bepergian ke
bandara. Paten!!! Oiya, kembali ke cerita lucu yang lain. Masyarakat yang masih terkaget-kaget tadi
banyak yang menggelar tikar di pelataran bandara dan makan bekal yang mereka
bawa dari rumah. Pesta kebun
begitulah. Kehadiran pengunjung dalam
jumlah besar ini menarik perhatian pedagang asongan untuk datang dan
memanfaatkan kondisi, akibatnya security bandara dibikin pusing untuk
menertibkan dan menghalau mereka untuk keluar bandara. Mengedukasi masyarakat bukanlah perkara
mudah, tapi bukan berarti juga tidak mungkin dilakukan. Terbukti, sekarang bandara Kualanamu terlihat
lebih tertib, bersih, ramah atau bersahabat dengan pengunjung. Sepertinya, Bandara Kualanamu layak menjadi
bandara terbaik di Indonesia. Tidak
mengherankan kalau Skytrax menghadiahi bintang 4 bagi Kualanamu artinya
fasilitas dan pelayanannya sudah berkelas dunia.
|
Area publik di kedatangan yang luas |
Seperti biasa, waktu perjalanan yang sangat singkat ini tidak ingin
kusia-siakan. Aku harus memaksimalkan
untuk meng-eksplor kota Medan dengan baik.
Kupilih menginap di hotel Aryaduta yang berlokasi dekat dengan Lapangan
Merdeka yang ramai penjual makanan di malam hari. Bicara tentang fasilitas, hotel Aryaduta
menyediakan kamar tidur yang lumayan luas dengan kamar mandi yang dilengkapi
dengan peralatan yang lumayan lengkap.
Yang menjadi daya tarik mengapa aku nginap disini, selain lokasinya yang
strategis adalah menu sarapan paginya yang komplit perpaduan western and
oriental food serta lokasi makan yang berada di lantai 9 memberikan pemandangan
yang bagus disaat kita bersantap ria di pagi hari. Tapi, ya masih ada tapinya, proses check-in
disini terlalu lama untuk ukuran hotel berbintang Beberapa kali nginap disini sepertinya untuk
kekurangan yang satu ini belum berubah, lamaaa……!!!! Impresi atau kesan pertama yang harusnya
menjadi perhatian pengelola hotel sepertinya kurang diperhatikan. Bayangkan, sebelum masuk hotel kita harus
menunggu lift yang akan mengantarkan kita ke lantai 9 dimana Sky lounge atau
resepsionist berada. Sudah ukurannya
kecil sehingga berkapasitas tidak banyak, e..saat aku nginap kali ini, salah
satu lift-nya sedang dalam perbaikan.
Alamat aku langsung bad feeling.
|
Proses check in yang masih lama |
|
Ruangan lobby yang luas dan elegan |
|
Tempat tidur yang sederhana tapi nyaman |
|
Ruangan tidur yang luas dan lengkap |
|
Kamar mandi hotel |
Tidak mau berlama-lama menggerutui fasilitas hotel, aku pergi makan
malam ke Wajir. Dari namanya memang
tidak ada yang spesifik atau berbau Medan, tapi jangan salah, tempat makan ini
sangat terkenal di Medan dan tidak pernah sepi pengunjung. Aku sih sudah sering melewati rumah makan
yang satu ini, tapi karena sering kesulitan mendapat tempat duduk dan parkir
mobil, aku cenderung mengalihkan tujuan ke tempat makan yang lain. Namun untuk kali ini aku tidak mau menyerah
dan akhirnya aku dapat tempat. Oiya,
tempat makan ini jauh dari kesan glamor atau elite karena dia hanya sekadar
warung tenda di depan beberapa ruko yang buka setelah magrib karena pagi dan
siangnya digunakan untuk tempat parkir ruko.
Meskipun baru buka maghrib dan tutup sekitar jam 1 atau 2 dini
hari, Wajir kerap didatangi pengunjung
100 orang lebih setiap hari!
Fantastis! Kebayang, berapa juta
omzetnya perhari dan berapa keuntungannya.
|
Restaurant ala tenda tapi tidak pernah sepi pengunjung |
|
Mau dapat tempat duduk harus sabar |
Menu andalan di Wajir adalah sea food atau makanan laut. Ikan bakar-nya enak banget. Bumbunya meresap di daging ikan, sehingga
kita merasakan kenikmatan racikan bumbunya dan kelembutan dagingnya sebagai
pertanda mereka memasak ikan dengan benar.
Sapo tahu-nya pun lezat. Tahu
tidak terlalu lembek atau hancur saat kita ambil. Belum lagi udang asam pedas dan tom yam-nya,
wuih…….laziz…..!!! Kuah bumbunya
menyegarkan dengan sedikit rasa pedas yang masih bisa ditolelir oleh
lidahku. Semuanya disajikan secara sederhana
diatas piring dan mangkok melanin, tapi tidak sedikit pun mengurangi kelezatan
makanan itu! Dan malam itu kupilih
minuman serutan mentimun untuk melengkapi makan malam di kota Medan. Makan sebanyak itu ternyata hanya bayar kurang dari 400 ribu. Artinya harga makanan dan minuman disini murah!
|
Ikan bakar yang berasa bumbunya!! |
|
Asam pedas udang dan sapo tahu yang nikmat di lidah |
|
Steak ayam yang gurih dan lezat |
|
Kuah untuk steak ayam yang menambah kelezatan |
|
Tom yam yang lebih lezat dari negara asalnya |
|
Jus serutan mentimun melengkapi makan malam |
Untuk pencuci mulut makan malam aku pilih makan durian. Di Medan hanya ada satu tempat yang menjadi rekomendasi semua orang bila ingin menikmati durian. Ucok, itu nama tempat sekaligus pemiliknya. Tempat jualan durian ini tidak pernah sepi pengunjung, bahkan sepertinya makin ramai saja menurutku. Di bagian depan justru sekarang diramaikan dengan gerobak dagangan makanan lain seperti bubur ayam dan lain-lain. Mungkin ini bentuk sinergi antar sesama pengusaha.
|
Ada yang mirip dengan gambar di spanduk |
|
Selalu ramai pengunjung |
|
Dominasi warna-warna Melayu, kuning dan hijau |
Ukuran harga, durian Ucok masuk kategori mahal, tapi kalau dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan seperti jaminan kematangan dan kenikmatan durian yang disajikan, rasa-rasanya kita tidak akan keberatan dengan harganya. Kita tidak akan dikenakan biaya bila durian yang disajikan ternyata masih mentah, hambar, busuk atau ber-ulat. Pelayan terlihat sangat ahli dalam memilih durian sebelum disajikan ke pengunjung. Sejauh ini aku belum pernah mendapatkan durian yang jelek. Kesan puas itulah akhir dari menikmati durian Ucok. Malam itu aku benar-benar puas makan durian. Lengkap sudah rasanya makan malam di Kota Medan sebelum besok siang kembali ke Jakarta.
|
King of fruit atau rajanya buah |
|
Tumpukan durian yang siap dikonsumsi |
|
Manis dan lezat |
Kurang afdol kalau kita jalan-jalan di suatu kota bila belum bawa buah tangan. Bila disebut kota Medan, pikiran orang selalu tertuju pada bika ambon, bolu Meranti, kopi Sidikalang, risoles Gogo, pancake durian dan jambu Bangkok. Entah mungkin sudah menjadi tren bagi orang-orang yang bepergian ke kota Medan dan secara kajian bisnis untuk beberapa merek tertentu seperti 'Meranti' dan 'Gogo' menunjukkan keberhasilan mereka dalam mematri pikiran orang untuk mengingat terus produk itu. Ibaratnya kalau bicara bolu, pasti ingatnya bolu Meranti! Top!!
|
Oleh-oleh khas Medan |
Memang tidak cukup meng-eksplor suatu kota dalam waktu 1 hari, tapi semuanya tergantung kita sendiri apakah kita bisa me-maksimalkan waktu kita dan mengatur agenda dengan baik karena semua serba mungkin asal kita mau. Jam tidurnya dikurangi, bung! Kalau mau tidur di rumah saja, jangan pergi luar kota.