Senin, 14 Maret 2016

Semalam di Kota Medan yang Penuh Kesan dan Kenangan

Tak terasa sudah setahun lebih aku tidak pernah menginjakkan kaki ke tanah Medan.  Kuyakin pasti sudah banyak yang berubah disana karena sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, kota Medan tidak pernah berhenti untuk menunjukkan jati dirinya dalam menggerakkan perekonomian di Sumatera bagian Utara.  Untuk ukuran Sumatera, Medan masih megang.  Tanda-tanda kekuatan ekonomi kota yang multi ras ini bisa dilihat dari banyaknya hotel-hotel baru, padatnya kendaraan hilir mudik di jalan raya, pusat-pusat keramaian dan yang satu lagi yang tidak dapat dipungkiri oleh seluruh warga Sumatera Utara yaitu Bandara Kualanamu yang berdiri megah sebagai icon baru dan kebanggaan masyarakat.  Meski jauh dari pusat kota Medan, Bandara Kualanamu memberikan sentuhan lain yang sangat berbeda dari bandara Polonia yang sudah ditutup operasinya bersamaan dengan dibukanya Kualanamu.  Kesan crowded penuh sesak, kumuh dan semrawut berubah menjadi elegan, bersih, teratur dan customer oriented.  Beberapa bagian sudah mengarah kepada terbentuknya bandara yang berkelas dunia.  Bahkan, Bandara Kualanamu-lah sebagai bandara yang pertama kali di Indonesia yang menggabungkan 3 moda transportasi, jalan raya, kereta api dan bandara.  Mirip bandara di Kuala Lumpur atau di Hong Kong, penumpang atau pekerja bandara tidak perlu susah payah menuju bandara.  Kalau jalan darat atau pakai mobil sendiri dapat ditempuh dalam waktu satu sampai satu setengah jam lewat jalan tol.  Mau lebih cepat, dapat ditempuh dengan kereta api yang bergerak setiap 1 jam sekali dan hanya membutuhkan waktu 30 menit akan mengantarkan kita dari kota Medan ke Bandara Kualanamu.  Stasiun kereta api berada di kawasan dalam bandara, sehingga penumpang yang baru turun dari stasiun tinggal jalan kaki kurang lebih 5 menit ke terminal keberangkatan bandara.  Makanya, saat pertama kali dibuka, masyarakat Deli Serdang dibikin terbengong-bengong dengan fasilitas bandara yang seperti mal ini.  Tak heran kalau mereka menjadikan Bandara Kualanamu sebagai tempat tujuan wisata baru.

 
Bandara Polonia yang banyak mencetak sejarah
Polonia, check-in area yang sempit
 
Polonia, daya tampung sangat terbatas
Bandara Kualanamu (IATA code:KNO)

KNO, stasiun kereta api di dalam bandara

KNO, area yang lapang dan bersih
KNO, ruangan check-in yang modern dan luas

KNO, area keberangkatan di lantai 3

Area lapang di lantai 1 kedatangan

Ada cerita lucu di kuartal pertama dibukanya Bandara Kualanamu.  Masyarakat pada berdatangan ke bandara karena ingin tahu keberadaan dan fasilitasnya yang katanya berbeda dari Polonia.  Tidak sedikit yang kebingungan dan nyasar karena jalan menuju bandara saat itu masih belum lancar alias beberapa lahan untuk jalan masih belum dilepas oleh pemiliknya.  Alhasil kita dibikin zig zag jalannya karena terpaksa belok kanan atau kiri disebabkan jalur terputus dan dipinggir jalan tertancap spanduk kecil bentuk protes dan penegasan pemilik lahan bahwa mereka belum menerima ganti untung dari pemerintah daerah.  Untungnya, Pemda bergerak cepat karena tidak ingin malu mempunyai bandara berkelas dunia tapi aksesibilitasnya berkelas bawah atau payah.  Kini tidak ada yang sulit menuju bandara.  Bahkan Pemda membangun jalan tol untuk menghubungkan dan mempermudah masyarakat yang ingin bepergian ke bandara.  Paten!!!   Oiya, kembali ke cerita lucu yang lain.  Masyarakat yang masih terkaget-kaget tadi banyak yang menggelar tikar di pelataran bandara dan makan bekal yang mereka bawa dari rumah.  Pesta kebun begitulah.  Kehadiran pengunjung dalam jumlah besar ini menarik perhatian pedagang asongan untuk datang dan memanfaatkan kondisi, akibatnya security bandara dibikin pusing untuk menertibkan dan menghalau mereka untuk keluar bandara.  Mengedukasi masyarakat bukanlah perkara mudah, tapi bukan berarti juga tidak mungkin dilakukan.  Terbukti, sekarang bandara Kualanamu terlihat lebih tertib, bersih, ramah atau bersahabat dengan pengunjung.  Sepertinya, Bandara Kualanamu layak menjadi bandara terbaik di Indonesia.  Tidak mengherankan kalau Skytrax menghadiahi bintang 4 bagi Kualanamu artinya fasilitas dan pelayanannya sudah berkelas dunia.

 
Area publik di kedatangan yang luas

Seperti biasa, waktu perjalanan yang sangat singkat ini tidak ingin kusia-siakan.  Aku harus memaksimalkan untuk meng-eksplor kota Medan dengan baik.  Kupilih menginap di hotel Aryaduta yang berlokasi dekat dengan Lapangan Merdeka yang ramai penjual makanan di malam hari.  Bicara tentang fasilitas, hotel Aryaduta menyediakan kamar tidur yang lumayan luas dengan kamar mandi yang dilengkapi dengan peralatan yang lumayan lengkap.  Yang menjadi daya tarik mengapa aku nginap disini, selain lokasinya yang strategis adalah menu sarapan paginya yang komplit perpaduan western and oriental food serta lokasi makan yang berada di lantai 9 memberikan pemandangan yang bagus disaat kita bersantap ria di pagi hari.  Tapi, ya masih ada tapinya, proses check-in disini terlalu lama untuk ukuran hotel berbintang  Beberapa kali nginap disini sepertinya untuk kekurangan yang satu ini belum berubah, lamaaa……!!!!  Impresi atau kesan pertama yang harusnya menjadi perhatian pengelola hotel sepertinya kurang diperhatikan.  Bayangkan, sebelum masuk hotel kita harus menunggu lift yang akan mengantarkan kita ke lantai 9 dimana Sky lounge atau resepsionist berada.  Sudah ukurannya kecil sehingga berkapasitas tidak banyak, e..saat aku nginap kali ini, salah satu lift-nya sedang dalam perbaikan.  Alamat aku langsung bad feeling. 
 

Proses check in yang masih lama

Ruangan lobby yang luas dan elegan

Tempat tidur yang sederhana tapi nyaman

Ruangan tidur yang luas dan lengkap

Kamar mandi hotel
 
Tidak mau berlama-lama menggerutui fasilitas hotel, aku pergi makan malam ke Wajir.  Dari namanya memang tidak ada yang spesifik atau berbau Medan, tapi jangan salah, tempat makan ini sangat terkenal di Medan dan tidak pernah sepi pengunjung.  Aku sih sudah sering melewati rumah makan yang satu ini, tapi karena sering kesulitan mendapat tempat duduk dan parkir mobil, aku cenderung mengalihkan tujuan ke tempat makan yang lain.  Namun untuk kali ini aku tidak mau menyerah dan akhirnya aku dapat tempat.  Oiya, tempat makan ini jauh dari kesan glamor atau elite karena dia hanya sekadar warung tenda di depan beberapa ruko yang buka setelah magrib karena pagi dan siangnya digunakan untuk tempat parkir ruko.  Meskipun baru buka maghrib dan tutup sekitar jam 1 atau 2 dini hari,  Wajir kerap didatangi pengunjung 100 orang lebih setiap hari!  Fantastis!  Kebayang, berapa juta omzetnya perhari dan berapa keuntungannya. 
 

Restaurant ala tenda tapi tidak pernah sepi pengunjung

Mau dapat tempat duduk harus sabar
 

Menu andalan di Wajir adalah sea food atau makanan laut.  Ikan bakar-nya enak banget.  Bumbunya meresap di daging ikan, sehingga kita merasakan kenikmatan racikan bumbunya dan kelembutan dagingnya sebagai pertanda mereka memasak ikan dengan benar.  Sapo tahu-nya pun lezat.  Tahu tidak terlalu lembek atau hancur saat kita ambil.  Belum lagi udang asam pedas dan tom yam-nya, wuih…….laziz…..!!!  Kuah bumbunya menyegarkan dengan sedikit rasa pedas yang masih bisa ditolelir oleh lidahku.  Semuanya disajikan secara sederhana diatas piring dan mangkok melanin, tapi tidak sedikit pun mengurangi kelezatan makanan itu!  Dan malam itu kupilih minuman serutan mentimun untuk melengkapi makan malam di kota Medan.  Makan sebanyak itu ternyata hanya bayar kurang dari 400 ribu.  Artinya harga makanan dan minuman disini murah!


Ikan bakar yang berasa bumbunya!!

Asam pedas udang dan sapo tahu yang nikmat di lidah

Steak ayam yang gurih dan lezat

Kuah untuk steak ayam yang menambah kelezatan

Tom yam yang lebih lezat dari negara asalnya

Jus serutan mentimun melengkapi makan malam

Untuk pencuci mulut makan malam aku pilih makan durian.  Di Medan hanya ada satu tempat yang menjadi rekomendasi semua orang bila ingin menikmati durian.  Ucok, itu nama tempat sekaligus pemiliknya.  Tempat jualan durian ini tidak pernah sepi pengunjung, bahkan sepertinya makin ramai saja menurutku.  Di bagian depan justru sekarang diramaikan dengan gerobak dagangan makanan lain seperti bubur ayam dan lain-lain.  Mungkin ini bentuk sinergi antar sesama pengusaha. 
 

Ada yang mirip dengan gambar di spanduk

Selalu ramai pengunjung

Dominasi warna-warna Melayu, kuning dan hijau

 
Ukuran harga, durian Ucok masuk kategori mahal, tapi kalau dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan seperti jaminan kematangan dan kenikmatan durian yang disajikan, rasa-rasanya kita tidak akan keberatan dengan harganya.  Kita tidak akan dikenakan biaya bila durian yang disajikan ternyata masih mentah, hambar, busuk atau ber-ulat.  Pelayan terlihat sangat ahli dalam memilih durian sebelum disajikan ke pengunjung.  Sejauh ini aku belum pernah mendapatkan durian yang jelek.  Kesan puas itulah akhir dari menikmati durian Ucok. Malam itu aku benar-benar puas makan durian.  Lengkap sudah rasanya makan malam di Kota Medan sebelum besok siang kembali ke Jakarta. 

King of fruit atau rajanya buah

Tumpukan durian yang siap dikonsumsi

Manis dan lezat


Kurang afdol kalau kita jalan-jalan di suatu kota bila belum bawa buah tangan.  Bila disebut kota Medan, pikiran orang selalu tertuju pada bika ambon, bolu Meranti, kopi Sidikalang, risoles Gogo, pancake durian dan jambu Bangkok.  Entah mungkin sudah menjadi tren bagi orang-orang yang bepergian ke kota Medan dan secara kajian bisnis untuk beberapa merek tertentu seperti 'Meranti' dan 'Gogo' menunjukkan keberhasilan mereka dalam mematri pikiran orang untuk mengingat terus produk itu.  Ibaratnya kalau bicara bolu, pasti ingatnya bolu Meranti!  Top!!
 

Oleh-oleh khas Medan


Memang tidak cukup meng-eksplor suatu kota dalam waktu 1 hari, tapi semuanya tergantung kita sendiri apakah kita bisa me-maksimalkan waktu kita dan mengatur agenda dengan baik karena semua serba mungkin asal kita mau.  Jam tidurnya dikurangi, bung!  Kalau mau tidur di rumah saja, jangan pergi luar kota.  
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar