Kamis, 05 Januari 2017

Jalan-Jalan Ke Makasar, Menggali Kenangan Lama Yang Hampir Pudar


Ya, sudah lebih dari 10 tahun yang lalu aku berkunjung ke kota Ujung Pandang, ibukota Sulawesi Selatan yang sekarang lebih dikenal dengan Makasar.  Aku sempat tinggal disini 3 bulan lamanya.  Yang terlintas di ingatanku, pantai Losari yang tidak pernah sepi pengunjung, makan pisang epek di pinggir pantai, lalu jalan-jalan ke Toraja naik bus malam.  Saat itu kota Makasar belum memiliki bandara yang sebagus seperti saat ini.  Gedung-gedung tinggi juga belum banyak.  Tapi sekarang, aku merasakan sendiri banyak perubahan yang terjadi.  Bandara Hasanuddin berubah menjadi lebih besar dengan terminal penumpang yang lebih luas, nyaman dan modern.  Banyak kenangan manis dengan orang-orang yang sempat kukenal disini, namun nomor kontak mereka sudah pada hilang semua.  Sudahlah, yang penting Tuhan masih memberi kesempatan kepadaku untuk bertemu kembali dengan kota Makasar. Pesawat Sriwijaya Air sudah di-booking dan siap mengantarkanku ke pulau Sulawesi.  Sekitar jam 12 lewat 10 menit, pesawat Boeing 737 seri 800 yang kunaiki mendarat dengan sempurna di Bandara Hasanudin Makasar. Hujan rintik-rintik menyambut kedatanganku dan aku sangat excited saat keluar dari bandara dan langsung menuju tempat makan siang.  Kebayang di pikiranku akan makan ikan bakar, sup ikan dan semua makanan serba ikan karena orang bilang, Makasar rajanya ikan bakar.


Boeing 737 seri 800 membawaku ke Makasar
Mendarat dengan selamat di Bandara Hasanuddin
Sisi udara bandara
Fasilitas garbarata


Makan siang di Ratu Gurih benar-benar memuaskan.  Aku menyantap tidak hanya 1 jenis ikan, tetapi semua makanan yang disajikan di atas meja.  Meskipun tetap dengan porsi kecil sesuai kapasitas perut, aku sangat menikmati gulai ikannya yang mirip sup tom yam.  Segar dan berasa banget bumbunya,  Juga goreng ikan dan ikan bakarnya,  Ikan gorengnya gurih dengan daging yang sangat lembut, tapi kita harus hati-hati saat makan karena di dalam goreng ikan tepung itu masih ada tulang ikannya.  Entah ini memang disengaja supaya kita yakin bahwa yang kita makan adalah daging ikan, namun menurutku akan lebih baik kalau daging itu bersih dari tulang.  Kasian aja kalau anak kecil yang makan, bisa-bisa kesedak atau kelolotan tulang ikan. 


Fasad depan rumah makan Ratu Gurih
Ikan-ikan segar yang siap dibakar atau diolah bagi pengunjung
Sajian makanan laut yang menggugah selera
Semua enak dan disantap habis


Di Makasar akan banyak kita temui restaurant yang menyajikan makanan sea food.  Aku yang memang doyan makan ikan sudah barang tentu tidak akan menolak kalau diajak makan di restaurant seafood, meskipun aku selalu hunting makanan khas lokal bila sedang jalan-jalan ke luar kota atau luar negeri.  Kalau di Makasar, ada dua makanan yang sangat terkenal dan 2 makanan itu yang selalu terlintas di benak orang bila ditanya tentang Makasar.  Konro dan Coto Makasar.   Bersyukur banget saat bisa datang dan menikmati Konro Karebosi di jalan gunung lompobattang dan Coto Makasar di jalan Gagak yang terkenal itu.  Bahkan untuk membuktikan bahwa restaurant itu benar-benar terkenal, di dinding dalam dipajang foto-foto tamu istimewa yang telah merasakan kenikmatan coto gagak.  Ada Presiden Jokowi, lalu Gubernur Sulawesi Selatan dan orang-orang terkenal di republik ini.


Konro Karebosi yang katanya paling enak itu
Bergaya model ruko tapi selalu ramai pengunjung
Ini yang ditunggu-tunggu
Kuahnya pun ga kalah nikmatnya
Rumah makan Aroma Coto Gagak (huruf A dan K hilang)
Porsinya pas banget buatku (mangkok kecil plus ketupat imut)


Tempat wisata yang perlu dikunjungi di Makasar adalah Fort atau benteng Rotterdam.  Benteng yang berada di tengah kota ini menjadi andalan obyek wisata bagi turis lokal dan asing yang berkunjung ke Makasar.  Dari namanya, pasti orang berfikir bahwa di tempat ini akan disuguhkan sejarah tentang kehidupan masyarakat di masa kolonial Belanda. Rotterdam memang nama kota di Belanda dan kalau melihat bentuk benteng dan gedung di dalamnya, tidak salah kalau orang akan melihat kisah-kisah di masa pemerintahan Belanda di Makasar.  Tapi, tahan dulu pikiran itu.


Begitu menyedihkan (lepas dan banyak coretan)
Fasad depan benteng
Bagian dalam-1
Bagian dalam-2
Bagian dalam-3
Bagian dalam-4


Ekspektasiku sangat tinggi saat memasuki benteng ini, meskipun sudah agak ilfil melihat pemandangan taman atau halaman depan benteng yang sepertinya tidak terawat.  Sekali lagi, ini fenomena buruk tempat wisata di Indonesia.  Kita jago mempromosikan destinasi wisata dengan mengikuti berbagai macam pameran, eksibisi bahkan mengadakan road show, tapi kita sulit menyajikan tempat wisata yang benar-benar layak untuk dikunjungi.  Banyak fasilitas yang tidak terawat dengan baik.  Apalagi bicara tentang kebersihan dan kenyamanan.  Termasuk di benteng Rotterdam ini.  Sampah plastik bekas, botol air mineral dan sebagainya di halaman depan membuat kesan pertama begitu menyedihkan.   Belum lagi pedagang kaki lima yang hampir menutupi pintu masuk benteng.  Halaman di dalam atau area taman lumayan menghibur hati.  Bersih dan terawat rapi. Juga di bagian dalam gedung museum.  Tapi, sayangnya, beberapa anak tangga ke lantai 2 ada yang tanggal, beberapa lemari display sompel, dan AC ruangan tidak berfungsi dengan baik, sehingga pengunjung terutama yang sudah kepanasan dari luar, sudah pasti tidak betah di dalam.


Isi museum-1
Isi museum-2
Isi museum-3
Isi museum-4


Satu lagi obyek wisata yang kondisinya menyedihkan di Makasar.  Adalah Benteng Somba Opu yang lumayan perlu perjuangan menuju ke lokasi, mungkin karena aku berangkat bareng rombongan yang naik bus.  Tiba di lokasi, miris hati ini melihat peninggalan benteng yang hampir punah.  Sisa kejayaan benteng ini masih dapat kita lihat dari dinding batu bata yang memanjang dari area depan atau pintu masuk.  Hanya itu yang dapat aku lihat, sehingga sulit sekali bisa yakin kalau kita berada di sebuah benteng.  Kembali lagi aku dibuat kecewa karena yang aku temui bukan sejarah tentang benteng ini, melainkan rumah-rumah adat 4 suku di Sulawesi Selatan.  Beberapa rumah pun terlihat kurang dirawat.


Papan petunjuk yang sangat menyedihkan kondisinya
Area pintu masuk yang tidak terawat
Sisa-sisa peninggalan benteng
Rumah adat-1
Rumah adat-2
Rumah adat-3
Rumah adat-4


Suasana hatiku agak terhibur saat mengunjungi istana Balla Lompoa.  Meskipun istana sang raja ini tidaklah terlalu besar, namun sepertinya semua terorganisir dengan baik mulai dari kebersihan dan kenyamanan, dua hal utama sebuah destinasi wisata.  Tidak hanya tata udara yang bagus sehingga kita tidak kepanasan berada di dalam ruangan, tapi sepatu atau alas kaki kita pun dirapikan oleh petugas.  Disini kita bisa melakukan sesi foto dengan mengenakan pakaian adat Makasar seperi baju bodo.  Tapi ini tidak gratis lho, kita harus bayar ke petugas yang telaten mendandani pengunjung yang berminat. 


Istana yang telah menjadi museum
Museum Balla Lompoa
Istana yang sangat sederhana
Bangunan di samping istana yang masih dalam satu area
Ruangan dalam istana Balla Lompoa
Silsilah keluarga kerajaan
Pengunjung bisa berpose diri dengan pakaian dan atribut adat


Ibarat makan sayur tanpa garam, terasa hambar kalau kita ke Makasar tapi belum mendatangi Pantai Losari dan makan pisang epek.  Justru malah aneh menurutku kalau kita tidak sempat atau bahkan tidak tahu pantai Losari, karena pantai ini pasti akan dilewati bila kita berkunjung ke Makasar.  Lokasinya masih menjadi bagian dari pusat kota dan tidak pernah sepi bila hari sudah senja apalagi malam.  Kenapa?  Karena kalau siang hari, tidak terbayang panas teriknya matahari.  Makanya tempat ini cenderung sepi di siang hari tapi akan menjadi sangat ramai bila di malam hari.  Apalagi kalau akhir pekan, Pantai Losari akan sangat padat oleh pengunjung.


Pantai Losari di siang hari
Spot menarik di Pantai Losari
Malam ramai pengunjung
Spot favorit bagi pengunjung
Tepat sebagai tempat hang-out bersama keluarga


Spot yang paling digemari pengunjung adalah tulisan Losari yang berada persis di bibir pantai.  Hampir semua orang ingin mengabadikan diri di depan tulisan kapital besar itu.  Tidak sedikit pula yang beraksi di sisi setiap huruf yang ada.  Tulisan ini lebih diminati daripada tulisan City of Makasar yang ada di pantai ini juga.  Sedangkan di siang hari,  pengunjung lebih senang datang ke masjid terapung yang berada di sisi kiri pantai Losari.  Mungkin terinspirasi dengan masjid yang ada di Jeddah, tampilan masjid Amirul Mukminin sangat mirip dengan masjid terapung tersebut.  Di hari Jumat, tempat ini akan sangat ramai oleh kaum muslim yang ingin beribadah.  Ketiga lantai yang ada dan teras akan dipenuhi oleh jamaah.


Deretan penjual pisang epek di depan pantai
Gerobak penjual
Pisang epek yang dibakar pakai arang
Pisang epek yang siap untuk disantap
Masjid Amirul Mukminin di Pantai Losari



Untuk urusan oleh-oleh, silakan datang ke Toko Kerajinan di jalan Somba Opu.  Di tempat ini kita bisa menemukan semua jenis oleh-oleh mulai dari makanan, kain tenun, kaos sampai minyak gosok khas Makasar.  Harga barang disini relatif murah, tapi sayangnya, sulit cari tempat parkir kendaraan karena lokasi toko di persimpangan jalan dan yang sedikit mengganggu adalah para pengemis yang berdiri di pintu masuk dan akan terus mengikuti kita bila belum dapat ‘pemberian’ dari kita. 


Kain tenun khas Makasar


Khusus bagi penggemar kain sutra, sebaiknya mampir ke jalan Lompobattang karena di sepanjang jalan ini banyak terdapat toko yang menyediakan berbagai macam kain tenun yang terbuat dari sutra.  Kata penjual, yang ngetop dan berciri khas Makasar adalah sutra Sengkang.  Soal harga, sangat relatif.  Kalau yang 100% sutra, harganya bisa super mahal.  Lucunya, bagi kaum pria muslim, ada tulisan peringatan besar di dalam toko bahwa haram hukumnya bagi pria menggunakan sutra!


Baca tulisan peringatan di kanan atas

Otak-otak pun dicari orang buat oleh-oleh


Selama di Makasar aku menginap di Hotel Santika yang lokasinya tidak jauh dari Pantai Losari.  Hotel ini memiliki lobby yang lumayan luas dan terlihat bersih. Aku surprise saat sampai di hotel sore hari itu dan hujan lumayan deras membasahi kota.  Petugas hotel memberikan secangkir minuman selamat datang.  Dari penampilannya seperti kopi ber-krim, tapi setelah dicoba, rasanya lebih mirip wedang jahe.


Hotel Santika-1
Hotel Santika-2
Hotel Santika-3
Hotel Santika-4
Hotel Santika-5


Meskipun bergaya minimalis, tata ruang dan material furniture yang digunakan menimbulkan kesan luas.  Yang paling kusuka dari hotel ini adalah kebersihan ruangan dan fasilitas di dalamnya.  Selanjutnya kesigapan petugas hotel merespon kebutuhan tamu, perlu diacungin jempol.  Menu sarapannya variatif dan kelebihan lainnya adalah fasilitas free wifi-nya bisa diandalkan kecepatan dan kemudahan aksesnya.


Patung Hasanuddin di gerbang bandara

Penumpang bandara di area security check point pertama

Terminal bandara yang luas

Akhirnya aku harus berpisah juga dengan Makasar.  Rasa syukur tidak pernah hilang karena diberi kesempatan melihat kembali kota ini.  Ibarat menggali kenangan lama yang hampir pudar, semoga kota Makasar menjadi makin bersinar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar