Sabtu, 05 Agustus 2017

Tidak Harus Membatu di Kota Batu, Tidak Bernasib Malang di Kota Malang

Kepenatan rutinitas kerja akhirnya terbayar juga.  Seharian bergulat dengan meja rapat, dokumen, lap top, membuat otot syaraf berteriak minta pertolongan.  Dia butuh keseimbangan karena dia mulai meronta lirih meminta iba, menghembuskan hawa kesakitan dan rintihan penderitaan.  Dia perlu bantuan segera. Dan masa itu kiranya datang juga.  Atom positif di otakku memberi isyarat bahwa aku harus segera meregangkan seluruh otot tubuh yang sudah kelelahan itu.  Dan malam itu juga aku meluncur ke Alun-alun kota Batu yang tidak jauh dari hotel Singhasari tempatku menginap sekaligus berkutat dengan rapat.  Tujuanku, tidak lain dan tidak bukan adalah makan ketan panas-panas plus minum yang hangat-hangat.  Pas banget untuk mengimbangi hawa dingin kota Batu malam itu.


Ini tujuanku malam itu


Batu, nama unik bagi sebuah kota di Propinsi Jawa Timur ini terkenal dengan buah apel dan kesejukkan udaranya.  Bisa jadi karena kota Batu berada pada dataran tinggi yang cenderung berhawa dingin.  Tapi itu dulu.  Bagiku, sekarang nasib kota Batu sama seperti kota-kota lainnya yang dulu terkenal dengan hawa dinginnya.  Misalnya Bandung.  Masih ingat dulu kota ini identik dengan jaket atau sweater karena kalau malam hari cenderung dingin hawanya.  Tapi sekarang?  Boro-boro pakai sweater, pakai kaos agak tebalan dikit udah berasa gerahnya.  Sama seperti Batu.  Meskipun tidak sepanas Bandung, menurutku kota ini tidak dingin lagi seperti beberapa tahun yang lalu.  Aku memang bawa sweater, tapi terpakainya cuman saat rapat di dalam ruangan hotel yang AC-nya dingin banget.  Bahkan saat aku keluar malam untuk sekadar cari makanan ringan di alun-alun kota Batu, sweater itu sama sekali tidak terpakai.


Bandara Abdul Rahman Saleh - Malang
Conveyor belt bagasi cuma 1 unit, model kuno
Area dalam kedatangan
Gedung terminal kedatangan dilihat dari sisi udara




Awalnya kudengar 'Pos Setan' saat temanku mengajak pergi keluar malam itu.  Maklum, sekarang banyak nama rumah makan yang aneh-aneh.  Apalagi kami keluarnya malam hari.  Wajar kalau yang terlintas dipikiranku adalah hal-hal yang berbau seram.  Padahal yang dimaksud temanku itu 'Pos Ketan'.  Dibilang 'Pos' karena bentuk bangunannya mirip sebuah pos, lebih tepatnya pos ronda.  Kecil, persegi dan hampir berada di sudut gerbang jalan.  Dari papan nama yang terpampang diatas, tertulis kalimat 'sejak tahun 1967'.  Artinya Pos Ketan ini sudah melayani pelanggannya mulai tahun 1967 dan malam ini aku berkunjung ke sebuah rumah makan atau warung makan yang sudah berusia 50 tahun!!


Benar-benar seukuran pos

Serba minimalis tapi padat pengunjung


Bila dinilai dari rasa, ketan disini enak banget.  Satu porsi rasanya kurang bagiku.  Maklum ukuran porsi piring plastik itu kecil sekali.  Kulihat rata-rata orang menyantap 2 porsi.  Sudah begitu, pilihan makanan ketan disini pun lumayan bervariasi.  Ada yang dipadukan dengan tape ketan hitam, ada yang dengan durian, ada juga yang rasa orisinil sekadar ditaburi parutan kelapa.  Hmm......dijamin enak.  Namun, meskipun Pos Ketan ini ada juga yang dibuka di kota Batu persis pinggir jalan raya besar, keunikan dan ciri khas Pos Ketan yang ada di Alun-Alun lebih menarik pembeli.


Penampilannya menggoda selera


Di Alun-alun kota Batu dapat kita temui berbagai macam makanan, mulai dari yang sekadar gorengan, bakso dan makanan ringan lainnya, sampai dengan yang berkelas berat seperti nasi goreng dan lesehan nasi campur.  Semuanya menggugah selera, tapi sayangnya, aku lebih tertarik untuk mencoba yang berkelas ringan, Sempol.  Disamping nama dan bentuknya yang unik mirip sate tapi bukan dibakar melainkan di goreng, aku penasaran juga dengan rasanya yang katanya terbuat dari adonan daging ayam.  Ternyata rasanya mirip banget chicken nugget!


Gerobak Sempol

Bumbu dan prosesnya sederhana

Tusukan sate Sempol


Bicara kota Batu tidak bisa terlepas dari kota Malang yang lebih ramai dan makin memperkokoh posisinya sebagai kota wisata bagi wisatawan nusantara dan dunia.  Selain kotanya terlihat bersih seperti kota-kota lainnya di Jawa Timur, Malang terlihat tidak pernah berhenti berkreasi menciptakan tempat wisata baru.  Bisa dibilang, mereka sangat kreatif, salah satu contohnya Kampung warna warni.  Perumahan yang kumuh yang cenderung kotor, bau, semrawut, dan menjijikkan berhasil disulap menjadi salah satu tempat favorit wisatawan.  Meskipun ini bukan ide orisinil karena Brazil sudah berhasil membuat duluan, tetapi kita perlu mengacungkan jempol atas kreasi ini. Menyelesaikan masalah kampung kumuh tidak harus menggusur atau mengusir mereka kan?


Kampung Warna Warni
Benar-benar warna warni

Bersih, namun perlu

Lebih menarik
Indah terlihat dari atas




Kota Malang punya julukan baru yaitu kota bakso.  Entah apakah karena 'kota pelajar' ini punya masyarakat yang menyukai bakso atau kota yang berhawa agak dingin ini memang pas menyuguhkan makanan berkuah seperti bakso?  Coba diingat, pernah dengar bakso bakar?  Meskipun beberapa kota di Indonesia juga punya, tapi kita cendernng mengingat nama Pak Man yang konon sebagai pelopor bakso bakar di Malang.  Sekarang nama bakso bakar Pak Man juga kita temukan di Jakarta.  Ada yang mengatakan sebagai 'cabang' ada juga yang tidak malu meniru Pak Man.  Tapi saat di Malang kali ini, aku justru ingin mencoba 2 counter bakso yang katanya ngetop.  Bakso Prima Cak Bowo dan Bakso President pinggir rel.


Tempat berupa ruko
Minimalis tetapi bervariasi 'isi' mangkok bakso-nya

Lihat, betapa menggugah selera
Siap untuk disantap


Bakso President paling unik menurutku. Berlokasi di pinggir rel yang masih aktif dilewati oleh kereta api.  Awalnya aku masih ragu dengan kebersihan dan kenyamanan makan di tempat itu. Wajar saja, area pinggir rel kereta api di Indonesia selalu terkesan jorok.  Banyak rumah-rumah kumuh yang dibangun ala kadarnya oleh penduduk urban.  Tidak jarang terlihat hanya sekadar tenda lusuh atau kardus-kardus bekas sebagai tempat tinggal.  Nah, kalau sudah bicara tentang 'kumuh', konotasinya selalu jorok atau kotor.  Ditambah lagi rel itu masih aktif, wuih tidak kebayang betapa berisiknya. Tapi anehnya kenapa tempat ini selalu ramai didatangi orang? 


Billboard besar dan menyolok

Sensasi makan di pinggir rel kereta api


Semua keraguanku hilang setelah memasuki kedai bakso President.  Meskipun berukuran kecil, tempat ini ditata dengan rapi dan terlihat bersih.  Beberapa tanda penghargaan dan testimoni dipajang di dinding untuk membuktikan kepada kita bahwa tempat makan ini mempunyai reputasi yang sangat baik dan diakui oleh banyak orang.  Bicara tentang rasa, aku sampai baru sadar harus mem-photo setelah habis mangkok pertama.  Maksudnya, jangan ditanya kalau tentang rasa.  Enak banget.  Variasi baksonya banyak.  Belum lagi kita bisa menikmati bakso dan minum air kelapa langsung dari batoknya. Luar biasa nikmatnya.  So, tidak mengherankan bila antrian panjang sejak pintu tempat makan ini dibuka.


Pengakuan di dinding

Antrian saat pintu baru dibuka
Laziz banget.....



Namun dari semua makanan yang ditawarkan di Malang, tujuanku tetap the one and only, Oen!! Rumah makan yang sudah berdiri sejak tahun 1930 ini benar-benar fenomenal. Hampir semua hal dipertahankan seperti aslinya.  Bentuk bangunan, fasad depan, meja, kursi, tempat kue, pajangan, bahkan sampai menu pun diupayakan sama seperti saat restaurant ini terkenal di masa kolonial oleh pemiliknya.  Kita akan dibawa ke masa sinyo dan nonik Belanda menghabiskan waktu luangnya disini.  Bisa jadi karena otentik-sitas inilah yang membuat tempat ini tidak pernah sepi pengunjung. Kata salah seorang pelayan disini, tempat ini sudah menjadi salah satu tujuan wisata turis-turis dari Belanda yang berkunjung ke Jawa Timur.


Fasad depan
Bagian samping
Dutch ambience
Suasana di dalam Oen

Gambar Oen  tempo doeloe
Barang-barang jaman dulu


Lihat kursi-kursi rotan itu


Memang ice cream kerap jadi pilihan pengunjung.  Rasanya enak, segar dengan beberapa pilihan, tetapi bagiku itu masih biasa-biasa saja karena aku melihat dan merasakan ice cream itu mirip seperti kebanyakan ice cream yang ada.  Ada satu makanan yang benar-benar membuatku sangat ingin berkunjung lagi ke Oen yaitu steak lidah sapi.  Luar biasa nikmatnya.  Susah diungkapkan dengan kata-kata karena hanya membuat aku ngiler kalau mengingatnya.  Daging lidah sapi itu seperti lumer lembut di dalam mulut.  Meskipun hanya sekadar dilumuri saus barbecue, tapi lidah sapi itu dibumbui dengan benar.  Pokoknya, kalau ke Malang, jangan bingung dan manyun, mampirlah ke Oen


Kue-kue kering jaman kolonial tersedia disini
Kue basah pun ada
Ini dia kesukaanku, steak lidah sapi


Steak daging sapi regular pun ada
Aneka macam ice cream yang menyegarkan




Bicara makanan, Malang dan Batu kota yang tepat dituju.  Tidak akan cukup waktu hanya sehari mengeksplor kekayaan kulineri kedua kota ini.  Sangat banyak yang harus didatangi, terlalu banyak yang harus dicicipi.  Aku yang suka berkelana mengenal makanan lokal, sayang sekali punya kekurangan sebagai manusia.  Daya tampung perutku sangat terbatas.  Alhasil aku hanya cenderung bisa menyantap 1 atau 2 jenis makanan sekaligus.  Selebihnya cenderung menyuruh orang lain yang makan.  Aku hanya menunggu komentarnya.  Sama seperti waktu datang ke rumah makan Pupuk Bawang.  Karena perut sangat lapar saat itu, otak ini segera memerintahkan untuk memesan berbagai makanan unik.  Naga-naganya sih bisa makan banyak dan dapat menikmati setiap hidangan di rumah makan ini yang katanya enak dan ramai pengunjung.


Bar di bagian depan

halaman belakang yang hijau dan sejuk

meja kursi di halaman belakang

Latar belakang yang menambah nilai plus bagi Pupuk Bawang


Terbukti Pupuk Bawang (PB) memang lebih disukai orang.  Ada rumah makan yang tidak jauh dari PB, bahkan kita bisa melihat dari halaman belakang PB bagaimana rumah makan itu.  Sama sekali tidak sebanding.  Rumah makan yang di seberang itu, meskipun terlihat lebih luas, tetapi sepi pengunjung.  Padahal rumah makan itu terlihat bagus desain interior-nya.  Tapi, mungkin si pemilik rumah makan itu lupa kalau bicara tentang makanan itu berarti bicara tentang rasa.  Kalau rasanya enak, meskipun rumah makan itu di tempat terpencil pun akan dicari orang.  Apalagi kalau pelayanan dan harganya cocok, pengunjung tidak akan ragu lagi 'kerja keras' datang ke rumah makan itu, hanya untuk mendapatkan kenikmatan dan kepuasan perut dan lidah mereka.


Goreng tempe pun terasa enak disini

Apalagi bola-bola udang goreng ini
Rawon buntut goreng menjadi pilihanku


Bila anda termasuk orang yang suka tempat makan dan tidak sekadar makanannya yang enak, tapi butuh tambahan entertainment seperti live music, maka anda harus datang ke Javanine.  Tempat ini punya semuanya.  Javanine yang berada di kawasan kuliner tengah kota sangat terkenal bagi warga Malang.  Dari bentuk gedung yang dimiliki, restaurant ini terkesan mewah dan mahal.  Tapi kalau kita sudah masuk dan merasakan makanan dan pelayanan mereka, kita akan mengatakan hal itu worth it.  Entertainment sudah disajikan mulai dari pintu depan karena di area tersebut ditempatkan panggung kecil untuk band musik.  Kalau diperhatikan sepertinya area depan lebih banyak dipenuhi oleh para anak-anak muda, makanya musik yang dilantunkan pun ber-genre lagu-lagu pop masa kini.  Hal ini sedikit berbeda dengan yang bagian dalam.  Mempunyai 2 lantai untuk bersantap dengan dikelilingi oleh indoor garden yang menawan, di area ini hiburannya berupa piano tunggal.  Tata ruang dan tata udara yang baik membuat area ini terasa sejuk meskipun tidak ber-AC.


Bangunan Javanine yang mewah itu
Panggung kecil di bagian depan
Koridor penghubung bagian luar dan dalam
Bagian belakang lantai 2
Lagu-lagu evergreen terus mengalun




Lantunan lagu dari penyanyi Javanine menambah selera makan malam itu.  Satu persatu pesanan makanan datang dan satu persatu kunikmati meskipun cenderung hanya beberapa suapan.  Lumayan cepat delivery makanannya.  Rasanya kita baru pesan, tiba-tiba makanan yang kita pesan itu datang. Bebek gorengnya enak.  Bumbunya meresap ke dalam daging bebek dan lembut dikunyah.  Beda dengan bebek goreng kebanyakan yang cenderung kenyal dagingnya.  Pangsit mie-nya juga enak. Pokoknya semua makanan yang disajikan disini terasa enak semua bagiku.  Bumbunya pas, suasananya sangat mendukung untuk berlama-lama menikmati setiap hidangan.


Sate ayam dengan tempat yang unik
Bebek goreng yang enak 
Pangsit mie-nya pun enak


Banana split tepat sebagai pencuci mulut


Oke stop dulu cerita tentang kuliner karena Malang dan Batu tidak hanya punya tempat makan yang enak.  Kota ini juga punya tempat wisata yang wajib dikunjungi.  Salah satunya yang masih baru dibuka yaitu Batu Flower Garden (BFG).  Sebenarnya tempat wisata ini masih berada dalam satu kawasan wisata Coban Rais, air terjun yang terkenal itu.  Tapi aku tidak punya banyak waktu untuk mengunjungi Coban Rais.  Kupikir lebih baik aku datangi tempat wisata baru yang sepertinya ramai dikunjungi wisatawan.  Kita harus naik ojek yang dikelola khusus oleh Pemda dan masyarakat sekitar.  Mobil kita harus berhenti di pos depan.  Puluhan supir ojek sudah stand by di sekitar parkir. Kita mudah mengenali mereka karena seragam yang dikenakan.  Cukup bayar Rp 10.000 kita akan diantar naik ke BFG.  Bisa dibilang tempat ini lebih tepat bagi para kaum perempuan yang memang menyukai bunga, tapi tidak ada salahnya para laki-laki menemani datang karena disini juga menyediakan spot menarik untuk foto mesra berdua.


Bukit berbunga
Batu Flower Garden


Tempat foto berbentuk 'Love'
Tempat foto bagi yang lebih menantang
Atau yang lebih 'aman' tapi romantis




Tempat wisata selanjutnya yaitu Coban Rondo.  Destinasi ini sudah terkenal dari dulu.  Tidak jarang menjadi tempat wisata anak-anak sekolahan untuk camping bersama.  Sepertinya tempat ini dikelola dengan baik oleh Pemda, makanya terlihat bersih, rapi dan menyenangkan.  Orang-orang berjualan atau pedagang dilokalisir di bagian depan sekaligus area parkir kendaraan.  Jalan setapak menuju air terjun pun dirawat dengan baik.  Coba kalau tempat wisata kita seperti ini semua, pasti impresi wisatawan akan tetap tinggi sehingga ada jaminan mereka akan kembali lagi kesini.


Spot untuk berfoto
Area parkir yang sangat luas
Gerbang masuk ke arah air terjun


Inilah air terjun Coban Rondo


Selain wisata alam yang tidak perlu diragukan keberadaannya, Malang juga punya wisata menarik lainnya.  Adalah Jatim Park yang lebih mirip seperti kebun binatang modern.  Di tempat ini kita tidak hanya disuguhi tontonan binatang-binatang, tetapi ada yang unik disini.  Di Jatim Park ini terdapat hotel yang bangunannya mirip batang pohon raksasa.  Setiap kamar akan memiliki view ke arah kebun binatang.  Demikian juga restaurant di bawah hotel ini.  Pengunjung restaurant dapat berinteraksi secara tidak langsung dengan binatang buas yang jaraknya dekat dengan meja kursi makan.  Hanya dinding terbuat dari kaca super tebal yang membatasi restaurant dengan binatang, serta untuk memberi rasa aman bagi pengunjung, sepertinya dipasang kawat listrik supaya binatang tidak berani mendekati dinding kaca.  Banyak tempat untuk ber-selfi ria disini, termasuk di taman gajah di bagian depan gedung.  Atau kalau ingin berfoto dengan binatang, ada museum binatang yang juga menarik untuk dikunjungi.


Kebun binatang

Gajah-gajah plastik yang menarik perhatian

Patung gajah besar

Museum binatang

Hotel yang unik itu


Yang mengejutkanku selama berwisata ke Malang justru museum angkut.  Ini diluar dari perkiraanku.  Semula kupikir hanya sekadar museum yang memperlihatkan berbagai jenis transportasi yang ada di Indonesia, tapi ternyata, disini punya berbagai macam spot menarik.  Sudah barang tentu, alat transportasi tetap menjadi primadona, namun jangan dikira kalau yang anda lihat hanya transportasi Indonesia atau buatan Indonesia.  Di museum ini terdapat juga kendaraan jadul dan yang canggih buatan luar negeri seperti Ford Cobra keluaran tahun 1982 atau Hummer Limousine 6000cc.


Dari pintu depan belum berkesan wow

Motor-motor tua

Mobil-mobil tua

Sekelas scooter juga aga
Sampai kereta kencana pun ada

Harus antri untuk bisa memoto mobil ini 'tanpa' pengunjung


Surprise benar aku dibuatnya.  Tidak dikira kalau museum ini lumayan luas areanya.  Disini juga mempunyai spot-spot berfoto bergaya Hollywood atau yang bergaya tempo doeloe.  Kalau kuamati baik-baik, museum angkut ini lebih mirip Disneyworld.  Ada pertunjukkan jalanan ala Disneyworld. Yang lebih unik justru ada istana 'Buckingham' buatan yang cukup berhasil membuat pengunjung serasa berada di London.


Mobil jadul masih terawat dengan baik

Helicopter kepresidenan yang pertama ada disini

Mobil yang sempat dipromosikan oleh Menteri BUMN

Suasana Buckingham dibawa kemari

Hummer yang jadi spot pilihan pengunjung


Salah satu atau yang paling unik, yaitu adanya kampung terapung disini.  Pengunjung dapat menikmati pasar terapung atau berperahu mengitari kampung terapung.  Atau pengunjung dapat melihat-lihat koleksi topeng dan batik yang ada di samping kampung terapung.  Rasa-rasanya kita bisa seharian disini.  Tempat ini cocok bagi segala usia.  Satu hal yang menurutku kurang pas dari tmpat ini, kendaraan atau barang-barang yang dipajang disini cenderung dibiarkan bebas dipegang oleh pengunjung.  Tidak ada pembatas mutlak atau tanda larangan.  Hal ini berpotensi kerusakan barang-barang yang ada di museum ini.


Pasar Apung-1

Pasar Apung-2

Pasar Apung-3

Koleksi batik disini juga ada

Juga koleksi boneka

Dan topeng-topeng tradisional



Selama di Malang, aku menginap di hotel Singhasari Batu.  Disamping mendekatkan diri dengan alam dan suasana kota Batu yang lebih bersih, sejuk dan alami daripada Malang, hotel ini menawarkan beberapa hal yang membuat tamu hotel merasa nyaman dan puas tinggal disini. Disamping memiliki lobby yang super luas, hotel ini juga memiliki ruang makan yang bisa menampung lebih dari 100 orang sekaligus.  Kebayang kan betapa besarnya hotel ini?  Belum lagi kolam renang yang besar dan artistik itu.  Serta panorama di belakang hotel yang indah dengan gunung hijau nan subur.


The Singhasari Resort di Batu
Kamar tidur
Kamar mandi
Peralatan mandi
Kolam renang dan taman belakang


Seperti biasa, rasanya kurang pas bila pergi ke suatu tempat tetapi tidak bawa buah tangan.  Sekarang makanan 'strudel' begitu ngetop di beberapa kota di Indonesia.  Katanya Malang sebagai pelopor yang mempopulerkan makanan khas bangsawan Eropa khususnya negara Austria ini.  Lumayan aneh sih, karena produk ini sama sekali bukan makanan khas atau asli Indonesia, tetapi kembali lagi, masyarakat sudah dibikin suka dengan kue berlapis-lapis ini.  Bahkan kata orang, seorang artis Jakarta yang punya counter strudel di Malang ini.  Mungkin juga karena si artis itu yang membuat orang lain beli strudel.  Bagiku, aku lebih suka beli kripik apel, kripik nangka atau produk-produk khas kota Malang.  Nanti ada masanya kalau ingin menikmati makanan khas Eropa.  Seingatku, sewaktu di Austria, para turis termasuk aku lebih senang membawa kristal Swarovski, album Mozart atau coklat Sachertorte yang super lezat itu.  Tak apalah, minimal kita tidak tangan kosong kembali dari Malang. 


Counter strudel dan oleh-oleh 

Patung 'Singo Edan' 

Stasiun kereta api jaman kolonial yang masih aktif


Jadi tidak ada lagi alasan untuk menunda diri jalan-jalan ke Malang.  Penerbangan langsung dari Jakarta tersedia tiap hari.  Kalaupun tidak punya banyak waktu, semua bisa diatur asal berikhlas hati untuk tidak begitu puas menikmati semua keindahan dan kesenangan yang dimiliki Malang.  Tidak harus membatu berdiam diri di Kota Batu.  Banyak tempat yang dapat kita kunjungi dan banyak hal yang dapat menghangatkan suasana disana.  Juga tidak boleh bernasib malang bila hanya punya waktu sedikit menikmati jalan-jalan dan wisata Kota Malang.  Jangan khawatir dengan harga, disini serba murah atau tidak akan menguras isi dompet kita.  Kalau ada niat dan kemampuan, pasti ada jalan.  Selamat jalan-jalan...............


Tidak ada komentar:

Posting Komentar