Minggu, 01 Oktober 2017

Sepenggal Cerita Dari Slovenia, Pesona Pariwisata Pecahan Yugoslavia

Dari sekian banyak negara di Eropa, orang tidak banyak tahu tentang negara yang satu ini, Slovenia.  Mendengar nama ini, aku teringat dengan sopirku dulu sewaktu jalan-jalan ke Praha-Warsawa.  Lelaki paruh baya yang meninggalkan keluarganya hanya untuk mencari sesuap nasi di negeri orang.  Cerita-cerita haru mengalir dari mulutnya.  Betapa beratnya hidup di Slovenia membesarkan 2 orang anak yang masih kecil dan butuh pendidikan yang layak agar tumbuh besar menjadi orang yang bisa membanggakan orang tua.  Dari kisah Nico sang sopir ini membuat aku penasaran, apa dan bagaimana Slovenia itu.  Apa benar sebagai negara berkembang pecahan dari Yugoslavia, kehidupan di Slovenia sama dengan Indonesia?  Lebih parah atau lebih baik?  Bagaimana dengan industri pariwisatanya?  Apakah mereka tidak memiliki kekayaan alam dan budaya yang layak menjadi daya tarik bagi wisatawan?  Semua pertanyaan itu sebenarnya bisa kita ‘google’ di internet, tapi itu bukanlah jawaban yang memuaskan bagiku.  Alangkah baiknya kalau kita datang dan melihat sendiri agar jawaban yang kita berikan benar-benar solid dan valid!


Bendera negara Slovenia

Aku masuk Slovenia melalui Italia, tepatnya di Venisia karena belum ada penerbangan langsung atau yang connect dengan Slovenia.  Disamping memang aku ada kepentingan di Italia, lokasi Venisia lebih dekat dengan Slovenia dan cukup berbekal dengan visa Schengen aku dengan mudah masuk ke perbatasan Slovenia yang memang sudah tidak perlu ada pengecekan lagi.  Dan lebih enaknya lagi, Slovenia juga memberlakukan mata uang Euro, jadinya aku tidak perlu lagi tukar uang di bandara.  


Imigrasi di Bandara Marcopolo Venisia - Italia

Nunggu bagasi yang super crowded
Jumlah conveyor belt terbatas
Enaknya tidak ada pemeriksaan bagasi oleh bea cukai
Bandara Marcopolo tampak dari samping
Bandara Marcopolo tampak dari depan


Tempat wisata pertama yang kukunjungi adalah Postojna Caves, gua stalaktit dan stalakmit terpanjang di dunia.  Dalam bahasa Slovenia dibilang Postojnska Jama yang berarti gua Postojna.  Tempat ini masih menjadi tempat favorit dan kebanggaan warga Slovenia.  Bila di akhir pekan tempat ini banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara, maka di hari kerja lebih banyak anak-anak sekolah yang melakukan pengenalan dan penelitian ‘keajaiban’ alam.  Karena menjadi destinasi pilihan, tempat parkir disini sangat luas untuk kendaraan pribadi maupun bus-bus pariwisata.   Tapi dari fasilitas itu semua, yang paling penting bagi turis Indonesia yang tidak terbiasa dengan hawa dingin yang bikin pengin kencing yaitu toilet.  Disini hanya menyediakan 3 lokasi toilet. Satu di tempat parkir, satu lagi di dalam restaurant self service Brijant dan satu lagi di depan restaurant pintu masuk gua, tepatnya di turunan jalan keluar.  Sudah barang tentu, toilet yang di dalam restaurant yang lebih nyaman bagi pengunjung apalagi bila disaat musim dingin atau hujan datang.  Tetapi yang jadi masalah bagi turis perempuan, karena jumlah biliknya terbatas, jadi siap-siap antri panjang. 


Map kawasan wisata Postojna Cave


Tiket masuk Postojna Cave


Jika kita datang di musim liburan, maka sebaiknya sedia payung bila hujan atau gerimis datang tiba-tiba.  Juga sebaiknya pakai jaket atau baju hangat karena antrian di pintu masuk berada di outdoor atau ruangan terbuka.  Petugas hanya mengatur antrian dan memastikan si pengunjung sudah memegang tiket masuk gua.  Selanjutnya pengunjung harus meletakkan tiket pada bar code scanner di autogate.  Persis di depan autogate terdapat 2 petugas perempuan yang memotret satu persatu pengunjung.  Hasil jepretan foto itu akan dipajang di dinding pintu keluar gua dan dijual seharga 5 Euro per lembar.  Kita tidak wajib membayarnya, tapi kalau melihat hasil foto dan tujuan berwisata, rasa-rasanya sayang kalau kita lewatkan begitu saja. 


Restaurant sekaligus toilet gratis

Sepanjang jalan menuju gua

Mendekati pintu masuk gua

Pemandangan dari atas tangga


Tepat di depan pos pertama pintu masuk, sudah stand by kereta kecil tapi panjang dengan kapasitas sekitar 30 kursi.  Masing-masing kursi dapat diisi oleh 2 orang dewasa.  Masinis berada pada depan log kereta.  Dengan kecepatan yang sekitar 10 km/jam, kereta bergerak perlahan memasuki gua yang remang-remang sinar lampunya.  Tapi kita masih bisa melihat dengan jelas stalakmit yang ada disini.  Kita diperbolehkan mengambil gambar di dalam gua tetapi tidak boleh menggunakan flash.  Kata petugas, cahaya flash dapat mengganggu stalakmite dan kehidupan binatang yang ada di dalam gua khususnya salamander yang menjadi icon di gua ini.


Pintu masuk

Antrian sudah panjang meski masih pagi

Persis di dalam lorong gua

Kereta di dalam gua sudah menunggu

Hasil jepretan petugas yang harus bayar kalau ingin memilikinya


Suhu di dalam gua berkisar 5 sampai 10 derajat.  Makanya kita disarankan menggunakan jaket atau baju tebal.  Menurutku malah sebaiknya pakai jaket yang bertutup kepala karena tetesan air dari atap gua terkadang dapat mengenai kepala atau badan kita.  Dan juga fisik kita harus dalam kondisi fit saat mengunjungi tempat ini karena kereta akan berhenti di pos terakhir dan selanjutnya kita harus berjalan kaki menaiki jalan tanjakan dan turunan yang lumayan jauh.  Belum lagi semua permukaan jalan basah kena tetesan air, sehingga kita harus lebih berhati-hati bila berjalan kaki.  Di setiap titik-titik tertentu, petugas akan menceritakan sejarah gua Postojna berikut keunikan dari bentuk-bentuk stalagmite yang ada.  Bagi pengunjung yang tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah gua ini dan ingin punya kenang-kenangan, jangan khawatir, di dalam gua ini tersedia toko souvenir.



Memasuki lorong gua
Stalagmit terlihat di sepanjang gua
Pos pemberhentian dan dilanjutkan tour jalan kaki
Toko souvenir tersedia di dalam gua dekat pos pemberhentian
Petugas memberi penjelasan kepada pengunjung
Suasana di dalam gua
Bentuk stalakmit yang unik-unik


Satu lagi tempat favorit warga Slovenia dan turis mancanegara adalah Danau Bled.  Lokasi danau ini sangat jauh dari ibukota.  Namun tempat ini selalu menjadi pilihan bagi warga lokal bila saat liburan tiba  khususnya di musim panas.  Sedangkan bagi wisatawan asing, ada 2 (dua) spot bersejarah yang perlu dikunjungi.  Yang pertama, Bled castle, puri yang ada di puncak bukit.  Puri yang sudah berusia ratusan tahun ini akan membawa kita kembali ke kehidupan masa silam. Bangunan-bangunan baik yang ada di luar maupun di dalam puri masih terawat dengan baik, meskipun beberapa tempat sudah beralih fungsi menjadi souvenir shop, museum dan café.  Bicara tentang café, rasanya tempat ini menjadi tempat romantis bagi sepasang kekasih. Bagaimana tidak, suasananya sangat mendukung.  Jumlah kursi terbatas, pemandangan sekeliling sangat indah apalagi kita bisa melihat kota maupun pemandangan danau Bled dengan jelas dari atas puri.  Belum lagi, menu yang disajikan di café ini pas banget untuk berdua.  Tak heran tempat ini kerap menjadi lokasi shooting film-film romantis.  Yang jadi masalah hanyalah jalan menuju puri atau memasuki area puri.  Kita dipaksa menaiki jalan tanjakan yang memiliki anak tangga terbuat dari batu-batu koral hampir 100 buah!


Danau Bled
Kastil bagian bawah
Pemandangan kota Bled
Indah dan segar

Danau Bled terlihat dari atas puri
Bled castle bagian atas
Mngingatkanku shooting film Reign


Sedangkan satu tempat lagi yang menjadi destinasi bagi para wisatawan yaitu gereja The Assumption of Mary.  Mengapa gereja ini bagitu special?  Satu, karena berlokasi di pulau kecil yang berada di tengah danau Bled.  Makanya kita harus menaiki perahu yang stand by di pinggir danau bila ingin berkunjung ke pulau ini.  Kedua, konon kabarnya, suster Mary yang mendirikan gereja ini sempat putus asa tidak dapat menyeberangkan lonceng dari daratan ke pulau ini.  Saking putus asanya, sampai-sampai dia berangkat ke Vatican untuk mengabdikan diri sebagai biarawati disana.  Ketiga, ada mitos bila kita sempat berdoa di dalam gereja, lalu membunyikan lonceng gereja ini 3 kali, maka doa-doa kita akan terkabul.  Memang lonceng gereja ada di puncak menara, tetapi tali tambang untuk membunyikan lonceng terjulur ke bawah sampai di depan altar gereja.


Tiket masuk ke Bled Castle

Pendayung sampan danau Bled
Dermaga di pulau Bled
Beli tiket masuk 6 Euro
Komplek kecil bangunan gereja
Patung suster Mary
Di dalam gereja 


Slovenia termasuk salah satu negara pecahan dari Yugoslavia dengan ibukotanya Ljubljana. Sebagai ibukota, Ljubljana memiliki banyak cerita, mulai dari pisahnya atau peperangan mereka dengan Kroasia, lalu bersatunya mereka dengan European Union atau menggunakan mata uang Euro, sampai dengan upaya Pemerintah Slovenia yang membangun negerinya.  Memang Slovenia masih masuk kategori negera berkembang di Eropa, namun Pemerintah terus mengembangkan potensi negaranya dan membuka diri bagi turis asing yang ingin berwisata ke Slovenia.  Banyak spot-spot menarik yang dapat kita kunjungi disini.  Ada Ljubljana cathedral, castle tower, Preseren square, city hall, dragon bridge dan triple bridge.  Semua berada dalam satu area dan kita bisa mengunjungi semua tempat tersebut dalam waktu sekian jam.


Kota Ljubljana
Bersih, kecil, bangunan kuno dan rapi
Triple bridges
Nyaman untuk pejalan kaki
Preseren square lengkap dengan patungnya
Malam hari terlihat indah kota Ljubljana


Dragon bridge dibangun pada tahun 1819 berupa jembatan kayu oak yang sangat kuat.  Karena di area tersebut banyak terdapat butchers atau para penjual daging, makanya jembatan ini dulunya disebut Butcher’s bridge.  Sekarang pun, di dekat jembatan ini dibangun pasar daging yang berada pada bangunan tertutup, sedangkan area terbukanya disediakan untuk penjual buah-buahan, sayur dan produk-produk lokal lainnya.  Jembatan ini tidak lagi terbuat dari kayu, tapi sudah dibuat dari beton.  Namun di seberang dari Dragon bridge, dibuat jembatan kayu untuk mengenang Dragon bridge, tetapi jembatan ini malah disebut sebagai Love Bridge karena di sisi kiri dan kanan jembatan dibentang besi memanjang tempat para pasangan meletakkan gembok tanda ikatan kasih.  Sedangkan kunci dari gembok itu sengaja dibuang ke sungai di bawah jembatan agar gembok itu tetap terkunci, ‘mengunci’ cinta sang pasangan itu. Oiya, di dekat jembatan cinta itu ada toilet gratis, tapi harus tahan baunya yang lumayan 'sedap'.


Dragon bridge tampak depan
Dragon bridge tampak samping
Pasar rakyat di taman dekat jembatan
Love bridge
Cafe-cafe di sekitar Jembatan Cinta


Slovenia ternyata punya castle di atas bukit seperti di kota Bergen Norwegia yang untuk mencapainya kita harus menggunakan funicular atau kereta magnet dengan kemiringan hampir 90 derajat.  Panjang rel kereta 118,20 meter dengan tinggi bukit sebenarnya 70,15 meter.  Ljubljana castle tower namanya dan kita akan dibawa ke puri lama yang dulu dijadikan penguasa untuk memantau kota dan menjaga kota dari serangan musuh.  Di puri ini juga punya penjara, namun sekarang sudah beralih fungsi menjadi tempat administrasi petugas puri.


Kereta magnit ke puri di puncak bukit
Ljubljana Castle Tower
Tempat nyaman untuk hang-out dan jalan-jalan
Chapel di dalam castle


Kalau urusan kebutuhan perut sih sebenarnya tidak sulit di Ljubljana.  Kota ini memiliki banyak spot-spot kuliner, namun hampir sebagian besar berupa cafe dan rumah makan yang menyediakan menu western.  Untuk orang Indonesia yang selalu harus makan nasi akan sedikit sulit mencarinya karena Chinese restaurant yang selalu menyediakan nasi, sedikit jumlahnya disini.  Salah satunya ada di city hall Ljubljana yaitu Han restaurant.  Makanan di restaurant Han lumayan enak dan tempatnya pun cukup nyaman plus dengan toilet yang bersih.  Harga makanannya pun tidak mahal.  Jadi tempat ini dapat menjadi rekomendasi bila ingin ketemu nasi.


Han Restaurant-1

Han Restaurant-2

Han Restaurant-3


Hotel tempatku menginap di Slovenia adalah Austria Trend Ljubljana yang beralamat di Dunajska Cesta 154.  Lobby hotel bersifat minimalis termasuk restaurant tempat breakfast-nya.  Untungnya kamar tidurnya tidak ikut-ikutan minimalis yang super sempit atau fasilitas super irit khas hotel-hotel di Eropa.  


Hotel tempatku menginap di Ljubljana

Lobby hotel yang minimalis

Mempertimbangkan jumlah destinasi wisata, mungkin 2 hari sudah cukup untuk jalan-jalan ke Slovenia.  Yang reportnya hanya urusan aksesibilitas langsung dari Jakarta ke Slovenia yang belum ada, sehingga kita masih harus stop over di negara lain.  Tapi, tidak ada salahnya kan kita melihat negeri orang sambil menilai sisi positif dan negatif-nya bila dibandingkan dengan negeri kita?. Demikianlah sharing acara jalan-jalanku ke Slovenia, negara ke-47 yang sudah kujelajahi sepanjang hidupku.




1 komentar: