Ada kemauan ada jalan, ada kemampuan ada jalan-jalan. He….he…itu prinsip hidupku dalam memenuhi
hobby mengarungi dunia. Bagiku tidak
ada yang tidak mungkin kalau kita punya kemauan dan kemampuan. So, waktu yang sangat terbatas tidak
menghentikan semangatku menghabiskan cuti bersama ke negeri kangguru. Entah ini yang keberapa kali aku mengunjungi
negeri sekaligus salah satu benua di galaksi ini. Yang pasti stempel imigrasi
di passport melihatkan lebih dari 10 kali.
Dan yang pasti aku punya alasan tersendiri sering ke Aussy yang sayangnya tidak semua urusan wisata, namun bukan untuk konsumsi publik,
sorry.
|
Bandara Brisbane, Queensland Australia |
|
Arrival hall |
Mendarat di Bandara Brisbane Queensland, tidak terlihat sesuatu yang
luar biasa. Sebagai bandara terbesar
ketiga di Australia, dilihat dari jumlah penumpang yang dilayani, Brisbane
masih kalah jauh dengan Jakarta. Namun
bila dilihat dari prestasinya, Brisbane terlihat lebih megah, bersih, rapi dan sering mendapat penghargaan tingkat internasional sebagai salah satu bandara terbaik di dunia di kelasnya. Dari bandara aku langsung bergegas
menuju Halt St.Warf untuk menyeberang ke Tangalooma. Kata saudara jauhku, aku harus kesana karena
bertepatan dengan para lumba-lumba liar menunjukkan diri di pantai. Tapi karena acara melihat lumba-lumba itu di
sore hari, maka setibanya di Tangalooma, aku memutuskan pergi ke Sand Tobogganing
(ST). Mengendarai four wheel drive, perjalanan
ke padang pasir ST sangat menantang seperti sedang off road racing. Lumayan extreme dan jantung berdebar di
sepanjang perjalanan. Tidak berhenti
disitu saja, sport jantungku kembali tertantang dengan harus naik ke puncak
gurun yang punya kemiringan 75 derajat lalu meluncur dengan menggunakan papan
triplex ringan yang lebih dikenal dengan sand surfing board. Sangat menantang dan memberikan sensasi
tersendiri bagiku. Selanjutnya, menyadari hanya 1 malam di Tangalooma, aku memutuskan menikmati tempat wisata ini dengan ber-chopper ria selama 1 jam. Mahal memang ongkosnya, tapi ini adalah risiko kalau kita ingin bersenang-senang tapi tidak punya waktu banyak.
|
Pantai Tangalooma dekat dermaga |
|
Pelican menyambut kedatanganku |
|
Siap-siap mendaki puncak gurun pasir sebelum sand surfing |
|
Jangkar bersejarah penemu Tangalooma |
|
Senjata berburu ikan paus |
|
Chopper yang membawaku keliling Tangalooma |
|
Menikmati sunset |
Tepat sekitar jam 7 malam, kegiatanku di Tangalooma diakhiri dengan
menonton lumba-lumba yang muncul di bibir pantai. Sayangnya kita tidak boleh memotret
lumba-lumba itu dengan menggunakan flash karena akan mengganggu mereka yang
berakibat mereka akan lari meninggalkan pantai.
Menyedihkan sekali! Tapi melihat lumba-lumba dari dekat dan melihat
keahlian penjaga pantai dalam berkomunikasi dengan lumba-lumba cukup mengobati
kekecewaanku mengakhiri perjalanan di Tangalooma sebelum keesokan harinya berangkat
ke Dreamworld di Gold Coast. Tujuanku
sebenarnya hanya ingin mengunjungi HardRock Café yang ada di Gold Coast, tapi
kan ga asyik ke café tersebut di pagi atau siang hari, makanya selama pagi dan
siangnya aku memutuskan pergi ke Dreamworld.
Ini pun sekalian memanfaatkan platinum membership saudara.
|
Dreamworld di Gold Coast |
|
Tidak pernah sepi pengunjung |
|
Atraksi kejar-kejaran di Dreamworld |
|
Atraksi-2 |
|
Atraksi-3 |
|
Performance-1 |
|
Performance-2 |
|
Performance-3 |
|
Uji nyali dengan Superman roller coaster yang super gila |
Hanya semalam di Gold Coast, aku melanjutkan perjalanan ke Sydney. Maklum, aku tidak punya banyak waktu untuk
berlama-lama di setiap kota. Ada rasa
kecewa meninggalkan Gold Coast karena tidak ada atraksi surfing di sepanjang pantai. Semua orang tahu kalau Gold Coast adalah surga
bagi para peselancar. Jadi kalau tidak
melihat atraksi menantang ombak itu, alhasil rugi pergi ke Gold Coast. Namun ga benar-benar rugi sih, karena aku
sempat hang out dengan teman-teman di HardRock café. Saking senangnya, aku kembali dari café itu
jam telah menunjukkan pukul 1 pagi. Jalan kaki
dari café ke hotel Holiday Inn tempatku bermalam tidak menimbulkan rasa takut
sama sekali. Disamping lokasi hotel yang
tidak jauh dari HR café, tingkat kriminalitas di Gold Coast sangat rendah
sehingga aku tidak khawatir berjalan kaki di malam hari. Kalau dihitung-hitung, murni aku hanya pake
hotel kurang dari 6 jam, karena di pagi hari aku harus sudah terbang ke
Sydney.
|
Menemui wombat, salah satu hewan khas Aussy |
|
Lalu sowan ke kandang buaya |
|
Kemudian membangunkan si raja tidur koala |
|
Lalu pergi ke kandang kangguru |
|
Terakhir, bertemu harimau putih di Tiger Island |
Bandara Gold Coast sangat kecil bila dibandingkan dengan Soekarno-Hatta. Tapi lay-out yang tertata rapi membuat
bandara ini terlihat lebih luas. Pagi
itu kupilih terbang bersama airlines lokal yaitu Virgin Blue.
|
Check-in area yang masih sepi di pagi hari |
|
Check-in counter di Bandara Gold Coast |
|
Virgin Blue yang siap menerbangkan diriku ke Sydney |
|
Dinding toilet yang unik |
|
Penumpang mulai berdatangan |
Setibanya di Bandara Kingsford Smith Sydney, bersama mobil yang sudah
stand by di area parkir kedatangan, aku bergerak menuju pantai Bondi, pantai yang
paling terkenal di Australia. Para Baywatch di
Bondi sudah melegenda, sampai-sampai ada film serial menggambarkan ketangkasan
mereka menjaga dan menyelamatkan orang-orang serta binatang yang berkunjung ke Bondi. Disamping ingin melihat langsung keberadaan
para penjaga pantai seperti biasa di setiap kunjunganku, kali ini aku sekaligus
ingin sun bathing alias berjemur.
Lumayan buat tanning, biar kulit agak gelap sedikit meskipun yang ada
hanya cuman merah kepanasan kayak udang rebus dan beberapa hari kemudian balik
lagi ke warna aslinya. Susah benar pengin punya kulit sawo matang!
|
Masih sepi, maklum masih jam 10 pagi! |
|
Sisi kiri Pantai Bondi |
|
Sisi kanan pantai-1 |
|
Sisi kanan pantai-2 |
Dari Bondi, aku menyempatkan diri ke Gap Park, kawasan perumahan elit untuk makan siang di rumah teman sebelum pergi ke opera house, icon Sydney sekaligus icon
Australia. Bukan ke gedung unik itu
tujuanku, melainkan ke salah satu café area terbuka pinggir dermaga. Aku sudah ditunggu oleh teman-teman yang
sangat antusias menunggu kedatanganku. Acara di kota tersibuk di Aussy ini lebih
banyak diisi dengan hang-out dan hang-out doang. Mungkin teman-teman sudah hafal dengan jadwal
kunjunganku yang selalu terbatas, makanya mereka tidak pernah membiarkan aku
mengunjungi tempat-tempat wisata di kota terbesar Aussy ini. Pokoknya harus ada our time, biar semua happy
katanya.
|
Puncak tebing di kawasan Gap Park |
|
Opera house, icon Australia |
|
Jalan kaki ke opera house |
|
Icon Aussy dilihat dari Mrs.Macquaries's chair |
Mengakhiri perjalananku di Aussy adalah mengunjungi
Melbourne. Ya, aku harus ke
Melbourne. Kalau tidak datang ke kota
ini, alamat aku ga usah pergi ke Australia.
Bisa dibilang wajib lah. Jetstar
Airways membawaku tiba di Bandara Tullamarine Melbourne Victoria. Melbourne memang sangat terkenal bagi masyarakat
Indonesia khususnya para mahasiswa yang ingin melanjutkan ilmunya disana. Disamping sebagai kota yang ramah dengan para
pencari ilmu, di kota ini juga kita bisa temui trem, moda transportasi tengah
kota yang sangat pupuler di masa kolonial Belanda di Indonesia. Tidak hanya itu, Melbourne juga memiliki
tempat-tempat wisata yang harus dikunjungi seperti Fitzroy garden dan Captain
Cook’s cottage, si penemu New Zealand dan Great Barrier Reef di Australia. Atau kita dapat mengunjungi Victoria market
untuk mencari produk-produk Aussy dengan harga miring. Oiya, ada tempat yang menarik, unik dan
bersejarah yang perlu aku kunjungi di Melbourne meskipun berada jauh dari kota,
yaitu Ballarat. Disinilah kita bisa tahu
perkampungan jaman dulu bak tinggal di film-film cowboy, kita bisa melihat toko,
bank, salon, pedati dan penjaga toko dengan pakaian tempo dulu. Tapi yang menjadi central atraksi adalah
tambang emas yang dibangun pada tahun 1861, sepuluh tahun setelah pertama kali
ditemukannya emas disana. (Ssstt......bagi yang suka judi, di tengah kota Melbourne ada casino yang lumayan besar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar