Sabtu, 31 Oktober 2015

Lara Djonggrang, Perpaduan Romantis dan Mistis

Tidak terasa sudah setahun lebih aku tidak berkunjung ke restaurant yang sangat terkenal di kawasan elite Menteng ini, tepatnya di Jalan Teuku Cik Ditiro.  Tidak sulit menemukan restaurant ini, cukup cari pohon beringin besar yang dari jarak 100 meter sudah kelihatan, lalu papan nama yang sangat menyolok dengan warna merah berani dan tulisan 'Lara Djonggrang'.  Dulu lumayan sering aku datang kesini khususnya kalau ada keluarga, teman atau rekan bisnis dari luar negeri.  Semua mengatakan hal yang sama bahwa restaurant ini sangat berkesan bagi mereka.  Mungkin kalau bagi kita orang Indonesia, patung-patung candi, lukisan atau kesenian tradisional bisa jadi tidak asing bagi kita atau terkesan biasa-biasa saja, tapi bagi orang asing, hal itu sangat menarik dan unik.  Decak kagum mereka tiada henti menelusuri satu per satu detail ornament dan hasil karya yang dipajang di dinding atau yang diletakkan di dalam ruangan.  Jangan heran, mereka berfoto ria alias narsis sama seperti kita kalau sedang berpergian keluar negeri dan ketemu hal-hal yang unik yang tidak ada di negara kita.  Artinya, kita dan mereka sama-sama norak.
 
Fasad depan terlihat sederhana tapi unik
Pohon beringin penanda restaurant
 
Turun dari mobil di tempat parkir tepat di depan restaurant yang sangat terbatas itu, aku sengaja berhenti untuk menikmati keindahan karya seni yang diletakkan di area depan restaurant.  Beberapa patung menyambut kehadiran tamu dan langsung menyiratkan atmosfer yang berbeda.  Orang memang berbeda-beda pendapatnya bila bicara tentang karya seni berupa patung atau lukisan manusia.  Sebagian mengagumi karena menganggap itu sebuah maha karya yang sulit dan hanya orang-orang yang punya skill dan cita rasa seni yang tinggi yang bisa membuatnya.  Tapi terkadang ada juga yang malah takut karena terfikir hal-hal yang bersifat magic atau mistis.  Aku lebih cenderung mengagumi sebuah karya seni.  Saking kagumnya dan mencoba mengingat-ingat kembali setahun yang lalu saat berkunjung di restaurant ini, sampai ga sadar kalau bapak security itu dari tadi membuka pintu dan mempersilakan aku masuk.  Ternyata dia menjalankan tugas ganda selain sebagai petugas pengamanan dan pengatur parkir, dia juga berperan sebagai penyambut tamu dan membukakan pintu restaurant.  Kerja totalitas dan strategi jitu untuk memberikan kesan pertama yang baik bagi pengunjung.
 
Karya seni di depan pintu utama
 
Memasuki pintu utama, kita akan dibawa ke ruangan China blue.  Memang aksen Pecinan terasa di ruangan ini seperti patung-patung oriental, lukisan dan pernik-pernik negeri tirai bambu.  Yang aku suka dari ruangan ini, meskipun tujuannya untuk menampilkan atau mengangkat budaya Cina, tapi tidak ramai dihiasi dengan lampion atau barongsai seperti restaurant Chinese food kebanyakan.  Disini lebih berkelas dan mudah dipahami temanya.
 
That's the 'Blue' name coming from

Elegan dan super formal
 
Puas melihat-lihat dan mengabadikan ruangan China blue, aku beralih ke ruangan Malang.  Sekilas ruangan ini tidak jauh temanya dengan China blue, meskipun kata pelayan, ruangan Malang adalah untuk mengenang hotel Tugu yang berdiri di kota Malang Jawa Timur yang merupakan sejarah dari restaurant Lara Djonggrang. Unsur-unsur oriental sangat terasa di ruangan ini.
 
Oriental banget kan?
Merah mendominasi ruangan ini

Menyeberang dari ruangan Malang, aku menuju ke ruangan Soekarno.  Dari namanya pasti kita orang Indonesia tahu siapa yang dimaksud dengan Soekarno.  Dialah Presiden Republik Indonesia yang pertama atau dikenal juga sebagai bapak Proklamator negara ini.  Mungkin pemilik restaurant sangat mengidolakan tokoh bangsa yang satu ini, sehingga ruangan ini terkesan seperti kamar khusus Soekarno.  Foto besar dan beberapa foto dalam ukuran kecil Soekarno mendominasi ruangan.  Tapi aku lebih sering mengatakan ke teman-teman asingku kalau ini ruangan nasionalis karena lebih mirip ruangan kenegaraan dengan diletakkannya burung garuda berukuran lumayan besar di dinding atas ruangan dan bendera merah putih juga dalam ukuran besar.  Boleh-boleh saja kan kita pengunjung punya impresi yang berbeda?
 
Lihat foto siapa itu di dinding?

Kayak di istana negara kan?
 
Perut sudah mulai memberi tanda kalau aku harus segera peduli dengannya.  Pelayan yang sudah mengetahui kedatanganku dengan ramah mengarahkan aku ke ruangan Bali.  Sebenarnya aku ingin makan siang di ruangan utama yaitu ruangan Djonggrang, tapi karena kata pelayan, AC di ruangan itu sedang bermasalah, maka aku putuskan tetap di ruangan Bali.  Tidak sekadar nama, ruangan Bali benar-benar membawa kita mengenal sedikit tentang hasil karya Bali seperti lukisan, seni pahat dan pernik-pernik budaya Bali.  Memang tidak utuh kita dibawa ke alam Bali karena ruangan ini yang berukuran kecil, hanya satu meja dengan delapan kursi.  Namun bisa kukatakan bahwa si pemilik cukup berhasil mendiskripsikan tema Bali bagi ruangan ini. 
 
 
Pintu masuk ruangan Bali

Ornamen Bali di bagian tengah depan pintu

Khas Bali dengan patung, payung dan lukisan
 
Di atas meja sudah diletakkan masing-masing piring bagi 8 orang.  Setiap piring disampingnya diletakkan 2 gelas Kristal, satu untuk air putih, satu lagi untuk wine.  Yang unik adalah piring gaya keraton Jawa dan sendok garpunya yang terbuat dari kuningan.  Kita sepertinya sedang dibawa ke jaman kerajaan Jawa kuno.  Setelah pesan makanan dan minuman, aku lanjutkan hunting foto restaurant ini untuk mengisi kolom blog-ku, supaya dapat kubagikan dengan para viewers blog-ku.  Rasanya nikmat bisa berbagi pengalaman dengan orang lain.  Semoga bidikan kamera Iphone 6 plus-ku tidak mengecewakan hasilnya.
 
Piring, tatakan, sendok dan garpunya menarik perhatian
 
Keluar dari ruangan Bali, aku langsung masuk ke ruangan Siam yang bernafas budaya Thailand.  Ada patung kepala Budha ukuran lumayan besar di ruangan ini dan kulihat ada 2 pasangan orang asing yang sedang menikmati makan siangnya sambil sekali-sekali memainkan kamera handphone-nya mengabadikan keunikan ruangan ini. 
 
Ruangan Siam dilihat dari ruangan Bali

Sangat luas terdiri dari 2 bagian

Tanaman ditengah sebagai pembatas

Patung kepala Budha sebagai penanda

Dari ruangan Siam, aku makin ke belakang.  Terdapat space terbuka di bagian tengah gedung ini.  Tata ruang gedung ini sangat bagus.  Area terbuka memang dibutuhkan agar kita tidak bosan dengan area tertutup dan area terbuka berfungsi juga untuk sirkulasi udara agar ruangan tidak pengab, serta dapat juga berfungsi untuk mentransfer sinar matahari dari luar, sehingga ruangan di dalam tidak terlalu gelap plus hemat energy penerangan.  Di area terbuka ini, maksudku di sisi kanan, dibangun taman kecil dengan kolam ikan dibawahnya. Sedangkan di sisi kiri, diletakan satu meja makan dengan kapasitas 4 orang.  Di sebelahnya terdapat toilet yang pintu luarnya berupa gorden kain warna merah.  Jangan khawatir, untuk toilet, maaf bilik buang air besar ada pintu khusus dan terkunci aman bagi pemakainya.  Area terbuka ini sekaligus sebagai pembatas antara smoking area dengan non-smoking area. 
 
Taman tengah ruangan mempercantik suasana
Pajangan karya seni di area terbuka
 
Melintasi jembatan kecil di atas kolam ikan, kita akan bertemu dengan ruangan Pasar Trowulan.  Masih dengan konsep terbuka, di ruangan ini kita akan dapat melihat koleksi benda-benda seni si pemilik restaurant.  Ada yang ditempatkan dalam rak-rak terbuka, ada juga yang di dalam lemari kaca.  Jalan sekian meter ke arah pintu keluar, kita akan bertemu dengan ruangan utama restaurant ini. 
 
Koleksi karya seni di ruangan Pasar Trowulan

Koleksi pemilik yang mengagumka pengunjung
 
Lorong di ruangan Pasar Triwulan

Area dekat pintu masuk ruangan Djonggrang
 
Ruangan Djonggrang adalah masterpiece restaurant ini.  Tanpa perlu bertanya mengapa bernama Djonggrang, saat masuk ruangan ini dan menoleh ke kiri, kita akan disambut dengan patung besar Lara Djonggrang yang terkenal itu.  Meskipun diletakkan di sudut tengah, tapi aku merasakan seolah-olah patung itu berada dekat di sebelahku.  Tamu-tamu asingku paling suka ruangan ini.  Macam-macam komentarnya, kebanyakan mereka mengatakan sakral dan merasakan hawa mistis di ruangan ini.  So far, semua dalam arti yang positif lho.
 
Ruangan masterpiece atau yang utama restaurant ini

Patung besar Lara Djonggrang

Sudut kanan ruangan dengan patung Budha
 
Kembali ke area terbuka, sebenarnya ada satu ruangan lagi yaitu ruangan Bihzad.  Dari namanya memang berbau timur tengah.  Ya, di dalam ruangan ini ornament Timur Tengah terlihat dengan lukisan dinding dan pernik-pernik ruangannya.  Bantal-bantal khas timur tengah cukup mengkonfirmasi tema ruangan ini, namun justru di ruangan inilah kita bisa menikmati dengan leluasa atau pesan wine atau minuman berakhohol langsung dari bar yang ada di dalam.  Kalau lagi rame-rame sama temen yang jumlahnya mencapai 10 orang, aku sering book ruangan ini.
 
Ruangan Bihzad yang lebih romantis

Bar dengan berbagai minuman

Sisi kanan ruangan Bihzad

Cocok untuk acara kumpul-kumpul dengan keluarga atau teman

Serasa kita di Timur Tengah
 
Bicara restaurant identik dengan makanan.  Impresi sebagus apapun pengunjung terhadap pelayanan dan suasana bisa saja langsung hilang bila makanan yang disajikan tidak enak di lidah atau besoknya kita sakit perut dan masuk rumah sakit.  Penilaian langsung jatuh dan pengunjung tidak akan datang lagi ke restaurant itu.  Sadar akan fungsi dari restaurant, di Lara Djonggrang, kebersihan dan rasa makanannya tidak pernah jadi masalah bagiku.  Selanjutnya bagaimana dengan menu makanan?  Setelah kita duduk, kita akan ditawari oleh pelayan sebuah buku menu dengan deretan nama makanan dan minuman yang sering malah membuat kita binggung dan akhirnya bertanya ke pelayan apa menu special atau best seller-nya.  Apalagi di Lara Djonggrang ini, buku menu-nya sangat unik karena ukurannya yang lumayan besar dan berat plus warna merah menyolok khas Lara Djonggrang.  Sepanjang makan di rumah makan ini, aku belum pernah kecewa dengan rasa makanannya.  Begitu juga keluarga dan teman-temanku.  Mau orang kita kek atau bule semuanya belum pernah complain.  Makanya ga heran kalau restaurant ini sering mendapat penghargaan dari institusi dalam negeri maupun internasional. 
 
Ayam bakar khas Lara Djonggrang

Ikan bakar cabe bumbu pindang kluwak

Buku menu yang berukuran besar dan berat

Pasar sate tugu yang multi rasa

Soto buntut goreng khas Lara Djonggrang
 
Ikan bakar cabe bumbu pindang kluwak yang kupesan terasa nikmat.  Daging ikannya sangat lembut, bumbu meresap sempurna dan kuahnya pun terasa enak.  Soto buntut goreng khas Lara Djonggrang pun tidak kalah enaknya.  Dagingnya lembut dan terasa kekuatan racikan bumbunya.  Tidak seperti restaurant kebanyakan yang cenderung hambar dan baru terasa nikmat kalau dimakan bersamaan dengan kuahnya.  Disini setiap sajian memberikan rasa yang saling melengkapi tapi tidak berkurang saat dirasakan masing-masing.  Selanjutnya kucoba juga 'Pasar sate tugu' yang dipesan teman.  Deretan multi rasa sate yang terdiri dari sate lidah sapi, tempe, kambing, ayam, ayam dengan tusuk sate dari batang tebu, ikan, cumi, dan sate udang yang dibakar di dalam batang sereh.  Menikmati sate-sate ini menjadi lebih nikmat dengan 3 macam sambal yang disajikan dalam rumah kerang laut.  Bahkan kalau kita ingin mengambil sambal itu disediakan juga rumah-rumah kerang dalam ukuran kecil sebagai pengganti piring kecil.  Unik kan?
 
Urusan sambal pun mereka peduli dengan penyajiannya
 
Meskipun melewatkan appetizer, untuk dessert aku ga mau ketinggalan.  Dongkal lapis pisang bakar kuah durian sengaja aku pesan untuk melengkapi makan siang kali ini disamping buah-buahan.  3 lapis rasa pisang yang didalamnya berisi parutan kelapa dan gula Jawa merah diletakkan di tengah-tengah mangkok besar yang berisi santan dan durian merendam separuh kue lapis itu.  Kue lapisnya ukurannya sesuai dengan tipikal makanan penutup dan pembuka yaitu sekali gigit langsung ludes.  Kuahnya berasa banget duriannya.  Saking nikmatnya sampai tandas tidak tersisa.  Oiya hampir saja lupa,  temanku juga pesan Bebola oebi gethoek untuk makanan penutup.  Menu ini disajikan elegan bak hidangan hotel bintang 5 dengan fla gula merah dan kelapa muda.  Di atas gethuk bola-bola ini ditaburi kismis untuk menambah kelezatan makanan ini.  Perpaduan rasa yang sempurna antara gurih, manis dan asam.
 
Buah-buahan segar

Dongkal lapis pisang bakar kuah durian

Bebola oebi gethoek fla gula merah dan kelapa muda
 
Soal harga, menurutku cukup worth it.  Sepadan dengan rasa, kenyamanan dan pelayanan yang diberikan.  Tergantung juga dengan menu yang kita pesan.  Di bawah ini sekadar cuplikan harga yang tertera dalam menu.
 
Menu dan harga makanan penutup
 
Suasana makan di Lara Djonggrang meskipun di siang hari, beberapa ruangan didisain dengan lampu yang tidak terlalu terang, sehingga terkesan romantis atau cocok juga menjadi tempat kencan. Semua kembali lagi ke tujuan pengunjungnya masing-masing.  Yang pasti, sampai sekarang restaurant Lara Djonggrang masih menjadi pilihanku bila kedatangan temen-temen asing atau untuk lobby bisnis mitra asingku.  Satu yang memang masih menjadi keluhan pengunjung yaitu tempat parkir mobil yang terbatas.  So, kalau ingin bawa keluarga besar atau teman dalam jumlah besar, sebaiknya booking tempat dulu dan jangan bawa mobil masing-masing biar ga sulit cari tempat parkir.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar